Pengertian Pesantren dan Makna Pesantren serta Filosofinya
Pesantren Bukan Sekedar ‘Sekolahan’
“Hidup di pesantren sungguh menyenangkan; berbaur bersama, mengaji bersama, belajar bersama dan menyemai masa depan gemilang bersama. Persahabatan terjalin tulus tanpa ada sekat etnis. persaudaraan terasa indah dibalut satu tujuan menuju mardhatillah (Ridha Ilahi). Berbahagialah orang yang pernah dan sedang berada di pesantren. Dunia Bhineka Tunggal Ika dalam bingkai agama.”
Ali Nurdin
“Apa Yang Anda Cari Di Pesantren?” kata ini sederhana, cukup mudah jika dijawab dengan lisan, tetapi cukup sulit untuk dijawab dengan fakta dan tindakan. Kalau kita menjawab di pesantren untuk belajar, sudahkah kita belajar dengan sungguh-sungguh? Jika kita menjawab untuk mengabdi kepada kyai, apakah kita sudah benar-benar mengabdi kepada kyai? Kalau kita menjawab ingin menjadi manusia berakhlak karimah sesuai dengan ajaran Nabi, apakah kita sudah berusaha maksimal untuk berakhlak karimah layaknya Nabi? pertanyaan sederhana tetapi sarat makna, penting untuk direnungkan kembali.
Terkadang, kita sendiri masih belum sepenuhnya mengerti dengan kondisi dimana kita berada. Kita belum tentu tahu apa itu pesantren, apa bedanya dengan pendidikan lain, apa kelebihannya, dan bagaimana kita bersikap. Padahal, barang siapa yang ingin menang dalam peperangan maka ia harus menguasai medan. Oleh karena itulah jika kita ingin sukses dan meraih prestasi di pesantren, maka lâ budda (wajib) bagi kita untuk tahu dan memahami betul apa sebenarnya pesantren itu.
Apa Pesantren Itu? Definisi dan pengertian pesantren
Ada banyak definisi pesantren yang dicetuskan oleh beberapa sarjana. Di antaranya, menurut Zamakhsyari Dhofier, Pesantren adalah sebuah asrama pendidikan tradisional, dimana para siswanya semua tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam komplek yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan kegiatan keagamaan lainnya. Komplek ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Ada juga definisi yang diungkapkan oleh Mastuhu, bahwa “Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari”. Dari kedua definisi ini, kita dapat mengambil beberapa kesimpulan berupa kata kunci sebagai berikut:
Pertama, Lembaga Pendidikan. Peran utama sebuah lembaga pendidikan adalah untuk mentransfer ilmu dan budaya. Secara lebih dalam, lembaga pendidikan berupaya memberikan bekal kepada peserta didik untuk dapat menghadapi tantangan dan tuntutan, untuk upaya perbaikan masa lalu demi keharmonisan kehidupan masa depan. Dalam aspek ini, pesantren mungkin memiliki kesamaan dengan lembaga lain semisal sekolah umum, karena sama-sama lembaga yang berupaya melakukan transfer keilmuan.
Kedua, Ajaran Islam dan Moral Islam. Pesantren menekankan pendidikan pada aspek intelektual dengan semangat menjunjung tinggi ilmu-ilmu yang termaktub dalam al-Qur’an serta ajaran Rasulullah Saw. Aspek kedua adalah akhlak spitritual seperti nilai tauhid, beribadah, kemanusiaan, keadilan, dan kejujuran. Dari sini terlihat sedikit perbedaan antara pesantren dengan lembaga non pesantren, yaitu materi yang diajarkan berupa kajian intelektual dan spiritual atau moral Islam.
Ketiga, Masjid dan Ruang Belajar. Salah satu masjid terkenal dalam sejarah Islam yaitu masjid Quba’ dalam al-Qur’an digambarkan sebagai tempat yang dibangun atas dasar ketakwaan. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri (QS. At-Taubah [9]: ayat 108). Dalam sejarahnya, masjid merupakan tempat sentra beragam aktifitas umat Islam seperti beribadah, belajar mengajar, dan pemberdayaan umat. Hal ini jelas berbeda dengan lembaga non-pesantren yang mungkin hanya mengandalkan kelas sebagai sarana untuk transfer ilmu.
Keempat, Asrama. Wujud tempat tinggal santri adalah asrama. Disana santri sebagai murid menetap untuk tinggal bersama kyai. Kenapa santri memiliki asrama untuk menginap? Pasti salah satu jawabannya adalah karena santri kebanyakan datang dari jauh sehingga tidak mungkin untuk pulang pergi dari rumah ke pesantren dalam rangka belajar. Jawabannya tentu tidak sesimpel itu.
Ada alasan tersendiri kenapa santri memiliki asrama di pesantren. Pertama, ilmu yang diajarkan dipesantren tidak hanya ilmu ‘buku’, yaitu ilmu yang bersumber dari kitab yang hanya dipelajari untuk dikuasai saja. Lebih dari itu, di pesantren diajarkan bagi santri untuk mencontoh akhlak para ulama yang dalam hal ini tercermin pada diri kyai. Kyai adalah sosok yang mencerminkan pelajaran-pelajaran tentang ilmu yang ada di dalam kitab. Kyai menjadi figur yang membentuk dan menuntun santri agar memiliki akhlak yang baik. Jadi, tidak cukup hanya belajar kitab di kelas saja tetapi juga belajar tentang akhlak, perilaku, dan moral terpuji dari sang kyai.
Kedua, di asrama pesantren, santri dituntut untuk hidup mandiri baik mandiri dalam urusan sehari-hari seperti tidur, makan, minum, kebersihan pakaian, dan tempat tinggal maupun mandiri dalam belajar dan menentukan usaha untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Selama di pesantren, santri dibekali cara untuk menghadapi tantangan yang menuntut adanya sikap mandiri ketika terjun di masyarakat kelak. Ketiga, dengan tinggal di asrama, santri dituntut untuk dapat beradaptasi dengan baik. Mereka harus mampu bergaul dengan teman-teman yang berasal dari berbagai daerah yang berbeda sehingga terlatih untuk bisa berinteraksi dengan segala perbedaan kelak. Mereka juga dilatih untuk dapat beradaptasi dengan baik dalam lingkungan yang menuntut kedisiplinan tinggi.
Adanya asrama dalam pesantren merupakan perbedaan yang cukup mencolok antara pesantren dan lembaga pendidikan lain. Apa lagi dengan karakter kyai sebagai figur yang memiliki ilmu agama secara mendalam dan aura kharismatik yang memancar dari dalam dirinya. Kyai memiliki tanggungjawab berperan sebagai ulama yang mewarisi ilmu dari para Nabi dan bertanggungjawab untuk memajukan umat. Nabi Saw. bersabda: “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Mereka mewariskan ilmu. Siapa saja yang mengambilnya, berarti telah mengambil bagian yang banyak lagi sempurna”. (HR. Abu Dawud).