Kontribusi Santri Bagi Dunia
“Kadang kita selamat, kadang kita tenggelam. Jika kita selamat, kita memiliki tugas besar untuk menolong orang lain.
Jusuf Islam, Penyanyi “Morning Has Broken”
Jusuf Islam, Penyanyi “Morning Has Broken”
Sumbangsih santri dan pesantren bagi dunia tidak dapat dipandang sebelah mata. Keberadaan pondok pesantren yang tersebar diberbagai penjuru Tanah Air Indonesia memiliki peran besar terhadap masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan memang sejak awal berdirinya, pesantren disiapkan untuk menyebarkan ajaran-ajaran islam kepada masyarakat dengan berbagai metode pembelajaran. Dalam sejarahnya, santri dan pesantren banyak menempati peran penting dalam membantu kemajuan dunia. Diantarnya adalah dalam hal membela Negara, memajukan ekonomi, dan sosial budaya.
1. Membela Negara dan Arena Politik
Perjuangan santri dan pesantren dalam membela Tanah Air terlihat jelas dalam sejarah pengusiran penjajah seperti pada zaman Belanda. Para santri dan Kiai bersama-sama mengangkat senjata untuk melawan penjajah. Banyak nama-nama orang pesantren yang diukir dan diabadikan sebagai pahlawan nasional, seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari, Sultan Agung, Teuku Umar, Sultan Babullah, Sultan Hasanudin, Cut Nyak Dien, dan Cut Meutiah. Tidak hanya itu, dalam usaha mengusir tentara Jepang, para Kiai dan santri bahu membahu untuk melawan mereka. Seperti KH. Muhasan, KH. Zainal Mustofa, H. Madras, H. Kartiwa, dan KH. Husain. Mereka tersebar diberbagai wilayah seperti Singaparna, Tasikmalaya, Cirebon, dan Indramayu.
Setelah perang usai pasca revolusi fisik, kecintaan santri terhadap Negara tersalurkan ke jalur politik dan pemerintahan. Sebagaimana pada tahun 1952, NU menyatakan diri sebagai partai politik dalam acara kongres yang diadakan di Palembang.
2. Kontribusi Memajukan Ekonomi
Kalangan pesantren dikenal sebagai kalangan pertama yang menyambut baik ide koperasi setelah disampaikan oleh Bung Hatta dan dikampanyekan pada tahun 1930-an. Pada masa ini, banyak masyarakat yang tidak peduli dengan gagasan tersebut karena kondisi ekonomi yang masih lemah dan terjajah. Tetapi dilingkungan santri, konsep ini diterima dengan baik dan berkembang dengan pesat seperti Koperasi pesantren di Pekalongan Jawa Tengah yang ikut mendorong perkembangan perdagangan batik.
Selain itu, pesantren juga berjasa dalam membidani kelahiran Lembaga Tenaga Pengembangan Masyarakat (LTPM). Pesantren Pabelan yang terletak di Muntilan Jawa Tengah tercatat sebagai pembentuk pertama program pengembangan tersebut pada tahun 1997. Dan pada tahun 1979, kegiatan dilanjutkan dengan program lahitan pengenalan beragam jenis Teknologi Tepat Guna untuk mengembangkan perekonomian pesantren dan masyarakat.
3. Sosial Budaya
Perbaikan akhlak, merangkul masyarakat luas, dan mempertahankan budaya. Itulah kata-kata yang menggambarkan prestasi seorang santri. Menurut Abd A’la, masyarakat santri pada masa-masa awal dan pertengahan memunculkan diri sebagai pious-transformative community atau masyarakat yang mengedepankan kesalehan, selalu melakukan transformasi sosial. Santri selalu selalu berupaya berada dalam garis depan untuk melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat lingkungan mereka, dan mengembangkan kehidupan di mana pun santri berada.
“Santri itu bagaikan mutiara yang selama ini terpendam lumpur”
Pesantren H. Imam Safei. Kasubdit Pendidikan
1. Membela Negara dan Arena Politik
Perjuangan santri dan pesantren dalam membela Tanah Air terlihat jelas dalam sejarah pengusiran penjajah seperti pada zaman Belanda. Para santri dan Kiai bersama-sama mengangkat senjata untuk melawan penjajah. Banyak nama-nama orang pesantren yang diukir dan diabadikan sebagai pahlawan nasional, seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari, Sultan Agung, Teuku Umar, Sultan Babullah, Sultan Hasanudin, Cut Nyak Dien, dan Cut Meutiah. Tidak hanya itu, dalam usaha mengusir tentara Jepang, para Kiai dan santri bahu membahu untuk melawan mereka. Seperti KH. Muhasan, KH. Zainal Mustofa, H. Madras, H. Kartiwa, dan KH. Husain. Mereka tersebar diberbagai wilayah seperti Singaparna, Tasikmalaya, Cirebon, dan Indramayu.
Setelah perang usai pasca revolusi fisik, kecintaan santri terhadap Negara tersalurkan ke jalur politik dan pemerintahan. Sebagaimana pada tahun 1952, NU menyatakan diri sebagai partai politik dalam acara kongres yang diadakan di Palembang.
2. Kontribusi Memajukan Ekonomi
Kalangan pesantren dikenal sebagai kalangan pertama yang menyambut baik ide koperasi setelah disampaikan oleh Bung Hatta dan dikampanyekan pada tahun 1930-an. Pada masa ini, banyak masyarakat yang tidak peduli dengan gagasan tersebut karena kondisi ekonomi yang masih lemah dan terjajah. Tetapi dilingkungan santri, konsep ini diterima dengan baik dan berkembang dengan pesat seperti Koperasi pesantren di Pekalongan Jawa Tengah yang ikut mendorong perkembangan perdagangan batik.
Selain itu, pesantren juga berjasa dalam membidani kelahiran Lembaga Tenaga Pengembangan Masyarakat (LTPM). Pesantren Pabelan yang terletak di Muntilan Jawa Tengah tercatat sebagai pembentuk pertama program pengembangan tersebut pada tahun 1997. Dan pada tahun 1979, kegiatan dilanjutkan dengan program lahitan pengenalan beragam jenis Teknologi Tepat Guna untuk mengembangkan perekonomian pesantren dan masyarakat.
3. Sosial Budaya
Perbaikan akhlak, merangkul masyarakat luas, dan mempertahankan budaya. Itulah kata-kata yang menggambarkan prestasi seorang santri. Menurut Abd A’la, masyarakat santri pada masa-masa awal dan pertengahan memunculkan diri sebagai pious-transformative community atau masyarakat yang mengedepankan kesalehan, selalu melakukan transformasi sosial. Santri selalu selalu berupaya berada dalam garis depan untuk melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat lingkungan mereka, dan mengembangkan kehidupan di mana pun santri berada.
“Santri itu bagaikan mutiara yang selama ini terpendam lumpur”
Pesantren H. Imam Safei. Kasubdit Pendidikan