Konsep Kebangsaan dalam Prespektif Quran
Al-Quran sebagai kitab petunjuk untuk umat manusia akan senantiasa lestari hingga hari akhir. Ilmu-ilmu dalam al-Quran sudah seharusnya bisa diaplikasikan secara selaras dengan kehidupan sehari-hari untuk menyelesaikan problem kehidupan umat manusia.
Dengan tanpa mempertentangkan antara kebangsaan dan ketakwaan, apakah konsep kebangsaan itu eksis dan secara konsep dasar sekalipun apakah ditemukan dasarnya dalam al-Quran?
Salah satu tema penting dalam hal berkehidupan manusia adalah kebangsaan, dimana kita bisa mencari petunjuk dalam al-Quran bagaimana sebenarnya konsep kebangsaan dalam al-Quran. Untuk memulai konsep kebangsaan dalam al-Quran, ada beberapa perbedabatan yang muncu.
Di antara perdebatan itu di antaranya adalah, term mana yang cocok untuk digunakan sebagai dasar konsep bangsa atau kebangsaan dalam al-Quran? Hal ini karena di dalam al-Quran ada beberapa term yang bisa digunakan untuk menunjukkan konsep kebangsaan, seperti kata ummah, qaum, qabilah, atau sya'b.
Beberapa peneliti meletakkan konsep kebangsaan dalam al-Quran dengan kata qaum atau qaumiyyah. Misalnya kita juga mendengar istilah kebangsaan Arab dengan istilah al-Qaumiyyah al-Arabiyyah.
Sumber lain, misalnya Pusat Bahasa Arab Mesir pada 1960, dalam buku kamus besar berjudul Mu'jam al-Wasith, kata "bangsa" diterjemahkan dengan dengan kata ummah. Di sisi lain juga, kata sya'b pun diterjemahkan sebagai "bangsa" seperti ditemukan dalam terjemahan Al-Quran yang disusun oleh Departemen Agama RI dalam surah Al-Hujurat (49): 13 berikut ini:
Add caption |
Sumber lain, misalnya Pusat Bahasa Arab Mesir pada 1960, dalam buku kamus besar berjudul Mu'jam al-Wasith, kata "bangsa" diterjemahkan dengan dengan kata ummah. Di sisi lain juga, kata sya'b pun diterjemahkan sebagai "bangsa" seperti ditemukan dalam terjemahan Al-Quran yang disusun oleh Departemen Agama RI dalam surah Al-Hujurat (49): 13 berikut ini:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S Al-Hujurat: 13)Berikut ini adalah tafsir Depag yang mengartikan kata syu'ub sebagai bangsa-bangsa:
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa) dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi supaya saling mengenal dan menolong. Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan, atau kekayaannya karena yang paling mulia di antara manusia pada sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya. Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu selalu ada sangkut-pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang paling mulia itu adalah orang yang paling takwa kepada-Nya.Dari ayat Q.S Al-Hujurat: 13 ini bisa disimpulkan bahwa kebangsaan adalah mutlak adanya karena memang manusia diciptakan dengan berbangsa-bangsa. Namun ditekankan pula bahwa kebangsaan itu bukanlah hal utama karena yang menjadi utama adalah ketakwaan, dimana banyak orang memandang kemuliaan itu selalu dikaitkan dengan faktor bangsa dan ketakwaan.
Dengan tanpa mempertentangkan antara kebangsaan dan ketakwaan, apakah konsep kebangsaan itu eksis dan secara konsep dasar sekalipun apakah ditemukan dasarnya dalam al-Quran?
Menggali Konsep Kebangsaan Dalam al-Quran
Sebenarnya untuk menggali konsep kebangsaan dalam al-Quran tidaklah semudah dengan menggunakan tema-tema apakah harus dengan kata qaum, qabilah, syu'ub atau ummah. Hal utama yang perlu dijadikan fokus bahasan adalah tentang makna pokok dari kebangsaan itu sendiri. Setelah itu baru dicari landasan-landasan dasar dalam al-Quran. Karena al-Quran memang kitab yang dalam hal-hal tertentu hanya dijabarkan secara general dengan pokok yang universal.
Di antara inti pokok dalam konsep kebangsaan adalah, dimana kelompok masyarakat mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Dari konsep kebangsaan di atas, kita bisa mengambil kata kunci persatuan dan kesatuan. Apakah konsep ini didukung oleh al-Quran?
1. Konsep Kesatuan
Salah satu pokok utama dalam konsep kebangsaan adalah konsep kesatuan. Bagaimana dengan konsep kesatuan dalam al-Quran? Apakah ada ayat yang mendukung akan adanya konsep kesatuan ini? Bagaimana aturannya?
Salah satu konsep kesatuan yang memiliki hubungan erat dengan tema kebangsaan adalah Surah al-Anbiya ayat 92 berikut:
"Sesungguhnya umatmu ini adalah umat yang satu" (QS Al-Anbiya' [2l]: 92
Meskipun ayat di atas telah jelas disebutkan tentang umat yang satu, namun ada beberapa persoalan di sana. Salah satunya yang pokok adalah, apakah ayat di atas hendak mengatakan agar seluruh umat Islam menyatu menjadi satu wadah?
Atau bolehkah umat Islam menyatu dalam satu wadah dikarenakan kesamaan kelompok, suku dan bangsa karena sama keturunan, bahasa dan adat? Kata umat menurut ahli bahasa misalnya Raghib al-Asfihani, bahwa makna umat salah satunya adalah "kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, baik persamaan agama, waktu, atau tempat, baik pengelompokan itu secara terpaksa maupun atas kehendak sendiri."
Dan umat tidak hanya kelompok manusia saja, bahkan kelompok binatang pun disebut dengan umat. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut: Dan tiadalah binatang-binatang melata yang ada yang di bumi, tiada juga burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, kecuali umat-umat seperti kamu ... (QS Al-An'am [6]: 38).
Sosok Jamaluddin Al-Afghani, yang dikenal sebagai penyeru persatuan Islam yang disebut dengan Liga Islam atau Pan-Islamisme pun menegaskan bahwa sebenarnya yang menjadi ide pokoknya adalah dirinya tidak memaksudkan agar umat Islam berada di bawah satu kekuasaan, tetapi hendaknya mereka mengarah kepada satu tujuan, serta saling membantu untuk menjaga keberadaan masing-masing.
Dengan demikian, sesungguhnya penyatuan umat dalam al-Quarn itu bukan berarti umat Islam menjadi satu dalam satu wadah atau menjadi satu negara, melainkan umat Islam bisa menjadi berbangsa namun harus satu dalam satu tujuan untuk saling membantu dan memiliki tujuan yang sama.
Atau bolehkah umat Islam menyatu dalam satu wadah dikarenakan kesamaan kelompok, suku dan bangsa karena sama keturunan, bahasa dan adat? Kata umat menurut ahli bahasa misalnya Raghib al-Asfihani, bahwa makna umat salah satunya adalah "kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, baik persamaan agama, waktu, atau tempat, baik pengelompokan itu secara terpaksa maupun atas kehendak sendiri."
Dan umat tidak hanya kelompok manusia saja, bahkan kelompok binatang pun disebut dengan umat. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut: Dan tiadalah binatang-binatang melata yang ada yang di bumi, tiada juga burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, kecuali umat-umat seperti kamu ... (QS Al-An'am [6]: 38).
Sosok Jamaluddin Al-Afghani, yang dikenal sebagai penyeru persatuan Islam yang disebut dengan Liga Islam atau Pan-Islamisme pun menegaskan bahwa sebenarnya yang menjadi ide pokoknya adalah dirinya tidak memaksudkan agar umat Islam berada di bawah satu kekuasaan, tetapi hendaknya mereka mengarah kepada satu tujuan, serta saling membantu untuk menjaga keberadaan masing-masing.
2. Kesatuan Karena Kesamaan Keturunan
Konsep kesatuan karena kesamaan keturunan atau suku adalah salah satu konsep dasar dari konsep kebangsaan. Dan apakah penyatuan berdasarkan keturunan ini ditolak oleh al-Quran? Mari kita perhatikan Qs Al-A'raf ayat 160 berikut ini:
Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu!". Maka memancarlah dari padanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing.
Ayat di atas menjelaskan tentang nabi Musa yang memiliki kaum pengikut berupa 12 suku besar yang masing-masing jelas berbeda berdasarkan suku. Dan mereka bersama-masa hidup berdampingan secara rukun, dimana mereka mengambil air dari sumbernya masing-masing yang telah dibuka oleh Nabi Musa.
Dari ayat di atas bisa kita pahami bahwasanya al-Quran tidak melarang akan adanya penyatuan suku-suku berdasarkan kesamaan keturunan. Namun yang perlu diperhatikan adalah mereka tetap hidup berdampingan dalam satu komando Nabi Musa.
Inilah konsep penting dalam kebangsaan, dimana al-Quran memberikan prespektif bahwa kesukuan bisa menjadi satu kelompok, namun tetap harus memiliki visi dan tujuan dalam wilayah keislaman.
3. Kesatuan Bangsa Karena Kesatuan Bahasa
Apakah al-Quran menuntut agar umat Islam menyatukan bahasa menjadi bahasa yang satu? al-Quran sendiri turun dengan tujuh huruf, atau diistilahkan dengan sab'atu ahruf. Menurut beberapa para ulama, makna sab'atu ahruf ini adalah al-Quran diturunkan dengan tujuh huruf.
Nyatanya demikian, al-Quran diturunkan dengan beragam dialek berbeda. Dan salah satu hikmahnya adalah agar umat Islam mudah dalam membacanya. Bukankah hal ini bentuk dukungan al-Quran terhadap umat Islam yang memiliki bahasa yang berbeda-beda?
Penyatuan bangsa dengan adanya kesamaan bahasa adalah konsep besar yang utama dalam konsep kebangsaan. Dan meskipun secara tidak tegas disebutkan, al-Quran pun menghormati adanya perbedaan bahasa dan tidak menuntut manusia untuk berbahasa menjadi satu, dengan meninggalkan bahasa kaumnya.
Hal inilah yang menjadi petunjuk bahwa penyatuan bangsa karena kesatuan bahasa adalah hal yang natural dalam tataran manusia sebagai makhluk yang memiliki insting berbangsa. Namun tetap yang perlu dipegang teguh adalah tujuan serasi dan harmoni untuk menjadi umat Islam yang bersatu dalam satu tujuan.