Sejarah Lengkap Kerajaan Turki Usmani
Halo Semuanya, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang sejarah Kerajaan Turki Usmani sejak pertama kali berdiri, masa kejayaan hingga masa keruntuhan.
Kerajaan Turki Usmani lebih pas kalau disebut dengan Kesultanan Utsmaniyah yang mana nama resminya adalah Daulah Agung Utsmaniyah. Orang Turki modern sering menyebut kerajaan Turki Usmani dengan Osmanlı İmparatorluğu atau Imperium Utsmaniyah.
Apapun sebutannya intinya satu ya, Kerajaan atau Kesultanan Turki Usmani. Kerajaan Turki Usmani adalah kekaisaran lintas benua yang didirikan oleh suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey di barat laut Anatolia pada tahun 1299.
Pada perkembangannya, Kerajaan kecil tersebut menjadi Imperium besar yang menguasai daratan di tiga benua, yaitu Eropa, Asia dan Afrika.
Kita mulai pada bagian pertama yaitu tentang Kemunculan dan Kebangkitan Kesultanan Turki Usmani.
Kesultanan Turki Usmani dimulai dari sekelompok masyarakat Turki yang datang dari daerah Asia tengah Turkmenistan menuju Anatolia. Dalam kelompok itu ada Ertugrul Gazi yang menjadi pemimpin kelompok sekaligus menjadi Adipati negara Seljuk Romawi.
Ertugrul Gazi ini adalah ayah dari Osman Gazi yang mana Osman Gazi adalah pendiri dari kerajaan Turki Usmani.
Waktu itu Anatolia dikuasai oleh Kerajaan Seljuk Romawi yang mana daerah-daerah di sana dibagi berdasarkan kelompok dan diatur oleh adipati.
Ada 10 lebih daerah-daerah yang dibagi berdasarkan kelompok dan dikepalai oleh seorang Adipati. Dan Ertugrul gazi, ayah Osman Gazi itu termasuk satu di antara banyak kelompok dalam kerajaan Seljuk.
Pada tahun 1300-an, Bangsa mongol berhasil mengalahkan Kesultanan Seljuk sehingga kesultanan itu bubar. Akhirnya, daerah Anatolia pun terpecah menjadi beberapa negara merdeka berdasarkan wilayah kepemilikan para adipati-adipati itu.
Nah, salah satu negara kecil yang merdeka itu adalah negara yang dipimpin oleh Ertugrul Bey yang dilanjutkan oleh putranya yang bernama Osman Gazi atau Osman I.
Osman I pun mampu memperluas batas permukiman masyarakat Turki yang dipimpinnya sampai pinggiran batas wilayah Kekaisaran Bizantium. Dengan beragam pertempuran dan taktik yang jitu, Osman I pun berhasil menguasai wilayah-wilayah di sekitarnya sehingga bisa memperluas wilayah kerajaan Turki di masa awal.
Setelah kematian Osman I, kekuasaan pun pindah ke tangan putranya yang bernama Orhan Gazi. Di bawah kepemimpinannya pun wilayah Turki Utsmani mulai meluas sampai daerah tepi Mediterania Timur dan beberapa wilayah kecil Balkan di daratan Eropa.
Orhan Gazi berhasil menaklukkan kota Bursa pada tahun 1324 dari tangan Bizantium dan menjadikannya sebagai ibu kota negara Utsmaniyah.
Jatuhnya Bursa ke tangan Turki Usmani ini pun menandakan berakhirnya kendali Bizantium atas daerah Anatolia Barat Laut.
Kota Thessaloniki atau Selanik, yaitu kota kelahiran Mustafa Kemal Ataturk berhasil direbut dari Republik Venesia pada tahun 1387 pada masa Murad I.
Kemenangan Utsmaniyah di Kosovo tahun 1389 di bawah kepemimpinan Murad I secara efektif mengawali kejatuhan pemerintahan Serbia di wilayah itu dan membuka jalan untuk perluasan wilayah Utsmaniyah di daratan Eropa.
Setelah kematian Murad I, kesultanan Turki Usmani jatuh pada tangan putranya yang bernama Beyazit I. Di tangan Beyazit I ini kerajaan Turki Usmani berhasil memperluas wilayahnya hingga membentang di Anatolia dan bagian Eropa Tenggara.
Karena Sultan Beyazit melihat bahwa bangsa Usmani sudah menjadi kekuatan yang sudah cukup besar di Daerah Anatolia dan Eropa Tenggara, maka Beyazit I pun yakin bahwa sudah saatnya kerajaan Islam menaklukkan Konstantinopel sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadis Nabi.
Maka dia pun mencoba untuk mengepung kota Konstantinopel namun tidak berhasil.
Meskipun demikian, Beyazit pun tetap memutuskan untuk menaklukkan berbagai wilayah lain di Eropa dan Anatolia.
Pertempuran Nicopolis tahun 1396 yang dianggap banyak pengamat sebagai perang salib besar terakhir pada Abad Pertengahan gagal menghambat lajunya perluasan wilayah bangsa Turki Utsmani. Akhirnya Turki Usmani pun menjadi kekuatan yang tak terkalahkan di daerah Eurasia atau Eropa Asia.
Pada masa Beyazit I ini sebenarnya kerajaan Turki sedang dalam masa yang bersemangat dalam memperluas wilayah. Namun dari daerah asia tengah datang kekuatan yang sangat besar yang berhasil mengalahkan berbagai kerajaan di Asia Tengah.
Kekuatan besar itu tidak lain adalah Timur Lenk atau Timur Lame. Singkat kata, Timur Lenk dan Beyazit I yang sama-sama muslim ini pun berperang hebat di daerah Ankara.
Hasilnya, Beyazit I kalah dan Penangkapan Bayezid I itu menciptakan kekacauan di kalangan penduduk Turki. Negara pun mengalami perang saudara antara anak-anak beyazit yang berlangsung sejak 1402 sampai 1413 karena para putra Bayezid itu saling berebut takhta.
Perang saudara yang mengakibatkan banyak korban nyawa itu pun berakhir ketika Mehmet I berhasil membunuh saudara-saudaranya yang lain dan mengembalikan kekuasaan Turki Usmani. Kenaikan Mehmet I sebagai raja ini pun juga mengakhiri masa jeda kekuasaan atau dalam bahasa kerennya disebut Interregnum. Orang Turki sih menyebutnya dengan Fetret Devri.
Akibat kalahnya Beyazit I atas Tirmurlenk di perang Ankara pada tahun 1402 itu. Sebagian teritori Utsmaniyah di Balkan (seperti Thessaloniki, Makedonia, dan Kosovo) sempat terlepas.
Namun daerah-daerah tersebut berhasil direbut kembali oleh Murad II antara tahun 1430-an dan 1450-an. Pada tanggal 10 November 1444, Murad II berhasil mengalahkan pasukan Hongaria, Polandia, dan Wallachia yang dipimpin Władysław III dari Polandia dan János Hunyadi di Pertempuran Varna. Semua pasukan gabungan itu berhasil dikalahkan oleh Murad II dalam Pertempuran Kosovo Kedua tahun 1448.
Oh Iya, Murad II ini pun berusaha untuk mengepung Konstantinopel namun tak berhasil.
Setelah Sultan Murad II Berakhir, kesultanan pun jatuh di Tangan Mehmet II. Hal pertama yang dilakukan Mehmet II. adalah berusaha untuk menaklukkan Konstantinopel, yang menjadi impian banyak raja saat itu.
Dia pun mengumpulkan beragam sumber kekuatan dan membuat proyek meriam raksasa untuk bisa menembus benteng Konstantinopel itu. Untuk info tentang meriam raksasa itu bisa dilihat disini atau deskripsi ya.
Mehmet II ini pun berhasil menaklukkan Istanbul. Dia mendapatkan sebutan al-Fatih. Dan sejak saat itu, Kerajaan Turki Usmani pun menuju pada masa kejayaannya.
Pada abad ke-15 dan 16, Kesultanan Utsmaniyah memasuki periode ekspansi besar-besaran. Kesultanan ini berhasil menjadi wilayah makmur di bawah kepemimpinan sejumlah Sultan yang tegas dan cekatan. Ekonominya juga maju karena pemerintah berhasil mengendalikan rute-rute perdagangan darat utama antara Eropa dan Asia.
Sultan Selim I (1512–1520) berhasil memperluas batas timur dan selatan Kesultanan Utsmaniyah secara dramatis dengan mengalahkan Shah Ismail dari Persia Safawiyah dalam Pertempuran Chaldiran pada tanggal 23 August tahun 1514 .
Pada tahun 1516- hingga 1517 Selim I berhasil mengalahkan dinasti Mamluk di Mesir dan akhirnya wilayah utara Afrika pun berhasil menjadi wilayah Turki Usmani.
Setelah Yavuz Sultan Selim meninggal dunia, kekuasaan pun turun kepada putranya, Sultan Suleyman al-Kanuni. Pada masa al-Kanuni ini Kerajaan Turki Usmani sampai pada masa kejayaan yang gemilang.
Sultan Suleyman al-Kanuni berhasil mencaplok Beograd tahun 1521 dan menguasai wilayah selatan dan tengah Kerajaan Hongaria setelah Peperangan Utsmaniyah–Hongaria.
Setelah memenangkan Pertempuran Mohács tahun 1526, Sultan Suleyman al-Kanuni mendirikan pemerintahan Turki di wilayah teritori Eropa Tengah.
Sultan Suleyman al-Kanuni kemudian mengepung Wina tahun 1529, tetapi gagal menaklukkan kota itu. Di sebelah timur, bangsa Turk Utsmani berhasil merebut Baghdad dari Persia pada tahun 1535, menguasai Mesopotamia, dan mendapatkan akses laut ke Teluk Persia.
Pada tahun 1559, setelah perang Ajuuraan-Portugal pertama, Kesultanan Utsmaniyah mencoba memperluas wilayahnya pada wilayah Kesultanan Adal di afrika yang melemah. Ekspansi ini mengawali pemerintahan Utsmaniyah di Somalia dan Tanduk Afrika. Keberhasilan itu pun juga meningkatkan pengaruh Utsmaniyah di Samudra Hindia untuk bersaing dengan Portugal.
Pada akhir masa kekuasaan Suleiman, jumlah penduduk Kesultanan Utsmaniyah mencapai 15.000.000 orang dan tersebar di tiga benua, yaitu Eropa, Asia dan Afrika. Selain itu, kesultanan ini menjadi kekuatan laut besar yang mengendalikan sebagian besar Laut Mediterania. Saat itu, Kesultanan Utsmaniyah adalah bagian utama dari lingkup politik Eropa. Kesuksesan politik dan militernya sering disamakan dengan Kekaisaran Romawi, salah satunya oleh cendekiawan Italia Francesco Sansovino dan filsuf politik Prancis Jean Bodin.
Pada masa antara tahun 1566–1683 Turki Usmani mengalami masa yang di dalamnya banyak terjadi konflik. Bangsa Eropa sudah banyak melakukan pengembangan teknologi serta sistem politik dan ekonomi.
Struktur militer dan birokrasi yang bagus pada abad sebelumnya dalam kesultanan Turki Usmani menjadi awal sumber kekacauan ketika sultan-sultan di masa selanjutnya tidak mampu tegas dalam memimpin. Kesultanan Utsmaniyah pun perlahan dikalahkan bangsa Eropa dari berbagai bidang termasuk teknologi militer.
Di dalam sisi internal kesultanan Turki sendiri, perkembangan teknologi dan sistem politik terhambat akibat paham konservatif agama dan intelektual yang kuat.
Korps Janissary misalnya, mereka menolak mentah-mentah beragam model pembaharuan yang bisa mengancam eksistensi mereka di dalam kerajaan TUrki Usmani. Bahkan mereka bisa melakukan kekacauan hingga pembunuhan terhadap sultan apabila ada kebijakan yang bisa mengganggu mereka.
Meski mengalami masa sulit, kesultanan Turki Usmani pada masa ini tetap menjadi kekuatan ekspansionis besar sampai Pengepungan Wina pada tahun 1683. Pengepungan itu tidak berhasil dan Pasukan Usmani pulang dengan tangan hampa. Pengepungan Wina itu adalah pertempuran yang menandakan akhir ekspansi Kesultanan Utsmani ke Eropa. Bahkan kegagalan pengepungan itu konon menyebabkan turunnya kepercayaan diri dari para pasukan Usmani.
Kini kita beranjak ke tahun 1700an. Pada tahun-tahun itu juga tahun-tahun sebelumnya, para sultan dan para birokrat Turki Usmani sebenarnya sudah menyadari kemunduran kerajaan dan majunya Eropa dalam hal teknologi.
Oleh karenanya, sejumlah reformasi pendidikan dan teknologi pun mulai banyak dilaksanakan. Salah satunya adalah dengan adanya pendirian institusi pendidikan tinggi seperti Universitas Teknik Istanbul.
Pada tahun 1734, sebuah sekolah artileri dan persenjataan didirikan untuk memperkenalkan metode artileri Barat, namun sayangnya kalangan ulama Islam mengajukan keberatan atas dasar agama.
Meskipun sempat ditutup, namun pada Tahun 1754, sekolah artileri tersebut dibuka kembali secara setengah rahasia.
Pada Tahun 1726, Ibrahim Muteferrika, seorang sarjana dan diplomat Turki Usmani berhasil meyakinkan para pembesar kesultanan dan para ulama tentang efek positif dari bacaan dan percetakan.
Muteferrika pun diizinkan oleh Sultan Ahmed III untuk menerbitkan buku-buku non-religius meski ditentang sejumlah ulama.
Pada tahun 1768 kota Balta milik Kesultanan Utsmaniyah di bagian utara diserang oleh Rusia. Tindakan ini pun memaksa Kesultanan Utsmaniyah memulai Perang Rusia-Turki pada tahun 1768–1774. Perjanjian Küçük Kaynarca tahun 1774 mengakhiri perang ini.
Pada akhir abad ke-18, serangkaian kekalahan perang melawan Rusia membuat beberapa kalangan di Kesultanan Utsmaniyah yakin bahwa reformasi yang dijalankan Kaisar Rusia memberi keunggulan bagi Rusia, dan Kesultanan Utsmani pun sudah sangat bahwa mereka harus segera mengadopsi teknologi Barat untuk menghindari kekalahan lebih lanjut.
Selim III yang menjadi sultan Turki Usmani antara tahun (1789 hingga tahun 1807) berusaha melakukan upaya besar dalam memodernisasi pasukannya.
Tetapi upaya reformasi ini terhambat oleh kepemimpinan yang religius dalam birokrasi kesultanan dan juga korps Janisari. Korps janissary ini adalah kelompok pasukan Elit yang memiliki hak-hak istimewa di dalam kesultanan.
Karena iri dengan hak-hak militer dan menolak perubahan, pasukan Janisari pun melakukan pemberontakan. Semua upaya Sultan Selim III ini membuat dirinya kehilangan takhta dan bahkan nyawanya.
Akan tetapi, pemberontakan para Janissary ini berhasil diredam dengan spektakuler dan kejam oleh penggantinya yang lebih cekatan, yaitu Sultan Mahmud II. Sultan Mahmud II berhasil menghapus korps Yanisari pada tahun 1826.
Pada tahun (1828 hingga 1908), kesultanan Turki Usmani berada pada tahap Kemunduran dan modernisasi.
Para sultan dan birokrat Turki Usmani sudah menyadari penuh akan pentingnya reformasi dan modernisasi.
Berbagai perubahan kebijakan dan politik pun berhasil dilaksanakan oleh kesultanan Turki Usmani.
Pada masa antara tahun (1839–1876) di wilayah kesultanan Turki Usmani disebut sebagai masa Tanzimat, yaitu serangkaian reformasi konstitusional yang menghasilkan beberapa kebijakan yang sama sekali berbeda dengan kebijakan-kebijakan sebelumnya.
Di antaranya adalah adanya pasukan wajib militer modern, reformasi sistem perbankan, dicabutnya kriminalisasi terhadap kaum homoseksual, perubahan hukum agama menjadi hukum sekuler, dan departemen pengrajin dan saudagar yang mulai memiliki pabrik modern. Kementerian Pos Utsmaniyah pun dibentuk di Istanbul pada tanggal 23 Oktober 1840 untuk efisiensi komunikasi antar wilayah.
Samuel Morse, sang penemu telegraf, menerima paten telegraf pertamanya tahun 1847. Paten tersebut dikeluarkan oleh Sultan Abdul Mejid I yang secara langsung menguji penemuan baru tersebut.
Setelah uji coba berhasil, jalur kabel telegraf pertama di dunia yang menghubungkan antara Istanbul-Edirne dan -Şumnu) mulai dipasang pada 9 Agustus 1847.
Periode reformasi ini memuncak dengan penyusunan Konstitusi yang disebut Kanûn-u Esâsî. Era Konstitusional Pertama kesultanan ini tidak berlangsung lama. Parlemennya hanya bertahan selama dua tahun yang kemudian dibubarkan oleh sultan.
Di sisi lain, dalam lingkungan kesultanan Turki Usmani penduduk Kristen di kesultanan ini mulai unggul ketimbang penduduk Muslim yang mayoritas. Hal itu dikarenakan tingkat pendidikan masyarakat kristen lebih unggul.
Pada tahun 1861, ada sekitar 571 sekolah dasar dan 94 sekolah menengah Kristen Utsmaniyah dengan 140.000 siswa. Jumlah itu jauh melampaui siswa Muslim di sekolah pada saat yang sama.
Kemajuan siswa Muslim terus melambat dikarenakan lamanya waktu mata pelajaran bahasa Arab dan teologi Islam. Tingkat pendidikan siswa Kristen yang lebih tinggi memungkinkan mereka memainkan peran penting dalam perekonomian negara. Pada tahun 1911, 528 dari 654 perusahaan grosir di Istanbul dimiliki etnis Yunani yang menjadi representasi masyarakat Kristen.
Situasi di bagian utara terus memanas akibat pergerakan politik bangsa-bangsa di bagian Eropa. Perang Krimea terjadi 1853–1856 sebagai bagian dari persaingan panjang antara kekuatan-kekuatan besar Eropa yang memperebutkan pengaruh di teritori Kesultanan Utsmaniyah yang melemah.
Kebanyakan konflik dalam perang itu terjadi di semenanjung Krimea, juga pertempuran lainnya yang terjadi di Turki barat dan laut Baltik. Perang Krimea kadang-kadang dianggap sebagai konflik modern pertama yang memengaruhi peperangan pada masa depan
Perang Rusia-Turki terjadi antara tahun 1877–1878 dan berakhir dengan kemenangan mutlak bagi Rusia. Akibatnya, wilayah Utsmaniyah di Eropa menyusut dengan cepat. Bulgaria berdiri sebagai kepangeranan merdeka di dalam Kesultanan Utsmaniyah, begitu pula daerah Rumania mendapat kemerdekaan penuh.
Serbia dan Montenegro mendapat kemerdekaan penuh dengan wilayah yang lebih kecil. Pada tahun 1878, Austria-Hongaria bersama-sama menduduki provinsi Bosnia-Herzegovina dan Novi Pazar. Walaupun pemerintah Utsmaniyah berusaha untuk melawan tindakan ini, pasukan Usmani berhasil dikalahkan dalam kurun tiga minggu.
Sebagai imbalan atas bantuan Perdana Menteri Britania Raya Benjamin Disraeli dalam pengembalian teritori Utsmaniyah di Semenanjung Balkan saat Kongres Berlin, Britania Raya mendapatkan hak pemerintahan di Siprus pada tahun 1878. Britania kemudian mengirimkan tentaranya ke Mesir pada tahun 1882 untuk membantu pemerintah Utsmaniyah meredam Pemberontakan Urabi. Britania pun memegang kendali penuh di Siprus dan Mesir.
Seiring menyusutnya wilayah Kesultanan Utsmaniyah, banyak Muslim Balkan pindah ke teritori Utsmaniyah yang tersisa di Balkan atau di Anatolia.
Antara tahun 1908–1922 di dalam kesultanan TUrki Usmani disebut-sebut sebagai masa Kekalahan dan pembubaran
Periode kekalahan dan pembubaran Kesultanan Utsmaniyah ini dimulai pada masa Era Konstitusional Kedua dan Gerakan Turki Muda. pada Periode tersebut kelompok politik dalam masyarakat Turki berusaha untuk mengembalikan konstitusi Utsmaniyah 1876 dan memperkenalkan sistem politik multi-partai dengan sebuah sistem pemilihan di parlemen Utsmaniyah. Konstitusi tersebut membawa harapan karena berusaha untuk memodernisasikan institusi-institusi di negara tersebut dan mengurangi ketegangan antar-kelompok.
Di sisi luar, Itali menyatakan perang terhadap Usmaniyah sehingga terjadi Perang Italia-Turki pada tahun (1911–12). Kesultanan Utsmaniyah pun kehilangan wilayah Libya di afrika utara.
Juga wilayah-wilayah Liga Balkan menyatakan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah. Utsmaniyah kalah dalam Peperangan Balkan yang terjadi pada tahun (1912– hingga tahun 1913) dan kehilangan teritori Balkan-nya kecuali Trakia Timur dan ibu kota historis Edirne.
Akibat kekalahan tersebut, Sekitar 400.000 Muslim yang khawatir menghadapi kekerasan etnis Yunani, Serbia, atau Bulgaria, mengungsi mundur bersama pasukan Utsmaniyah.
Pada tahun 1914, Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam kancah Perang Dunia I di blok Kekuatan Tengah. KesultananTurki pun ambil bagian dalam peperangan di Timur Tengah. Utsmaniyah sempat beberapa kali menang pada tahun-tahun pertama perang, misalnya di Pertempuran Gallipoli dan Pengepungan Kut, namun ada juga kekalahan seperti pada peperangan Kaukasus melawan Rusia.
Di bagian Selatan, terjadi pemberontakan Arab yang dimulai pada tahun 1916 melawan Utsmaniyah di front Timur Tengah. Utsmaniyah sempat unggul di Timur Tengah selama dua tahun pertama perang.
Peperangan di Timur tengah diakhiri dengan Gencatan Senjata Mudros yang ditandatangani pada 30 Oktober 1918.
Pada perang dunia I tersebut, turki termasuk pihak yang kalah sehingga terpaksa mendatangani perjanjian Mudros di atas kapal HMS Agamemnon di pelabuhan Mudros.
Sayangnya perjanjian itu sangat-sangat merugikan kesultanan Turki Usmani dan kesultanan bisa dibilang sudah selesai pada tahun 1918 ini. Perjanjian itu menyebabkan sekutu secara mudah menduduki Konstantinopel. Tentara Prancis memasuki kota ini pada tanggal 12 November 1918, diikuti oleh tentara Britania pada hari selanjutnya.
Pada tahun 1920 dilakukan Perjanjian Sèvres untuk pemecahan wilayah Kesultanan Utsmaniyah secara resmi. Artinya wilayah dalam Turki Usmani itu dibagi-bagikan kepada sekutu.
Dengan perjanjian Sevres itu, bisa dibilang bahwa wilayah Kesultanan Utsmaniyah sudah habis. Hanya sisa sedikit di daratan Anatolia.
Perjanjian yang dilakukan oleh kesultanan Turki Usmani itu pun membuat masyarakat Turki marah. Oleh karenanya, mereka membuat gerakan Turki merdeka untuk memperjuangkan wilayah kedaulatan Turki.
Bisa dibilang pada tahun 1920 itu kesultanan Turki sudah lenyap kekuatannya. Karena mereka sudah tunduk pada dikte yang dilakukan oleh para sekutu.
Wilayah-wilayah di anatolia juga sudah dikuasai oleh Yunani, prancis, dan Armenia. Oleh karenanya, masyarakat Turki di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk berusaha memperjuangkan kembali kedaulatan Turki dan dia pun berperang kesana kemari untuk mengusir sekutu dari tanah Anatolia.
Pada masalah ini banyak sekali orang yang salah paham tentang Mustafa Kemal Ataturk. Dia dianggap sebagai orang yang menghancurkan kekhalifahan Turki Usmani dan membuat negara sekuler.
Padahal faktanya wilayah Turki sudah habis dibagi-bagi dan tinggal bagian sedikit saja. Bahkan kalau saja orang-orang seperti Ataturk tidak muncul maka sekarang ini kita mungkin tidak akan melihat Turki modern yang wilayahnya mencakup daratan Eropa dan Asia Minor atau anatolia secara penuh.
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang sejarah Kerajaan Turki Usmani sejak pertama kali berdiri, masa kejayaan hingga masa keruntuhan.
Kerajaan Turki Usmani lebih pas kalau disebut dengan Kesultanan Utsmaniyah yang mana nama resminya adalah Daulah Agung Utsmaniyah. Orang Turki modern sering menyebut kerajaan Turki Usmani dengan Osmanlı İmparatorluğu atau Imperium Utsmaniyah.
Apapun sebutannya intinya satu ya, Kerajaan atau Kesultanan Turki Usmani. Kerajaan Turki Usmani adalah kekaisaran lintas benua yang didirikan oleh suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey di barat laut Anatolia pada tahun 1299.
Pada perkembangannya, Kerajaan kecil tersebut menjadi Imperium besar yang menguasai daratan di tiga benua, yaitu Eropa, Asia dan Afrika.
Kita mulai pada bagian pertama yaitu tentang Kemunculan dan Kebangkitan Kesultanan Turki Usmani.
Kesultanan Turki Usmani dimulai dari sekelompok masyarakat Turki yang datang dari daerah Asia tengah Turkmenistan menuju Anatolia. Dalam kelompok itu ada Ertugrul Gazi yang menjadi pemimpin kelompok sekaligus menjadi Adipati negara Seljuk Romawi.
Ertugrul Gazi ini adalah ayah dari Osman Gazi yang mana Osman Gazi adalah pendiri dari kerajaan Turki Usmani.
Waktu itu Anatolia dikuasai oleh Kerajaan Seljuk Romawi yang mana daerah-daerah di sana dibagi berdasarkan kelompok dan diatur oleh adipati.
Ada 10 lebih daerah-daerah yang dibagi berdasarkan kelompok dan dikepalai oleh seorang Adipati. Dan Ertugrul gazi, ayah Osman Gazi itu termasuk satu di antara banyak kelompok dalam kerajaan Seljuk.
Pada tahun 1300-an, Bangsa mongol berhasil mengalahkan Kesultanan Seljuk sehingga kesultanan itu bubar. Akhirnya, daerah Anatolia pun terpecah menjadi beberapa negara merdeka berdasarkan wilayah kepemilikan para adipati-adipati itu.
Nah, salah satu negara kecil yang merdeka itu adalah negara yang dipimpin oleh Ertugrul Bey yang dilanjutkan oleh putranya yang bernama Osman Gazi atau Osman I.
Osman I pun mampu memperluas batas permukiman masyarakat Turki yang dipimpinnya sampai pinggiran batas wilayah Kekaisaran Bizantium. Dengan beragam pertempuran dan taktik yang jitu, Osman I pun berhasil menguasai wilayah-wilayah di sekitarnya sehingga bisa memperluas wilayah kerajaan Turki di masa awal.
Setelah kematian Osman I, kekuasaan pun pindah ke tangan putranya yang bernama Orhan Gazi. Di bawah kepemimpinannya pun wilayah Turki Utsmani mulai meluas sampai daerah tepi Mediterania Timur dan beberapa wilayah kecil Balkan di daratan Eropa.
Orhan Gazi berhasil menaklukkan kota Bursa pada tahun 1324 dari tangan Bizantium dan menjadikannya sebagai ibu kota negara Utsmaniyah.
Jatuhnya Bursa ke tangan Turki Usmani ini pun menandakan berakhirnya kendali Bizantium atas daerah Anatolia Barat Laut.
Kota Thessaloniki atau Selanik, yaitu kota kelahiran Mustafa Kemal Ataturk berhasil direbut dari Republik Venesia pada tahun 1387 pada masa Murad I.
Kemenangan Utsmaniyah di Kosovo tahun 1389 di bawah kepemimpinan Murad I secara efektif mengawali kejatuhan pemerintahan Serbia di wilayah itu dan membuka jalan untuk perluasan wilayah Utsmaniyah di daratan Eropa.
Setelah kematian Murad I, kesultanan Turki Usmani jatuh pada tangan putranya yang bernama Beyazit I. Di tangan Beyazit I ini kerajaan Turki Usmani berhasil memperluas wilayahnya hingga membentang di Anatolia dan bagian Eropa Tenggara.
Karena Sultan Beyazit melihat bahwa bangsa Usmani sudah menjadi kekuatan yang sudah cukup besar di Daerah Anatolia dan Eropa Tenggara, maka Beyazit I pun yakin bahwa sudah saatnya kerajaan Islam menaklukkan Konstantinopel sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadis Nabi.
Maka dia pun mencoba untuk mengepung kota Konstantinopel namun tidak berhasil.
Meskipun demikian, Beyazit pun tetap memutuskan untuk menaklukkan berbagai wilayah lain di Eropa dan Anatolia.
Pertempuran Nicopolis tahun 1396 yang dianggap banyak pengamat sebagai perang salib besar terakhir pada Abad Pertengahan gagal menghambat lajunya perluasan wilayah bangsa Turki Utsmani. Akhirnya Turki Usmani pun menjadi kekuatan yang tak terkalahkan di daerah Eurasia atau Eropa Asia.
Pada masa Beyazit I ini sebenarnya kerajaan Turki sedang dalam masa yang bersemangat dalam memperluas wilayah. Namun dari daerah asia tengah datang kekuatan yang sangat besar yang berhasil mengalahkan berbagai kerajaan di Asia Tengah.
Kekuatan besar itu tidak lain adalah Timur Lenk atau Timur Lame. Singkat kata, Timur Lenk dan Beyazit I yang sama-sama muslim ini pun berperang hebat di daerah Ankara.
Hasilnya, Beyazit I kalah dan Penangkapan Bayezid I itu menciptakan kekacauan di kalangan penduduk Turki. Negara pun mengalami perang saudara antara anak-anak beyazit yang berlangsung sejak 1402 sampai 1413 karena para putra Bayezid itu saling berebut takhta.
Perang saudara yang mengakibatkan banyak korban nyawa itu pun berakhir ketika Mehmet I berhasil membunuh saudara-saudaranya yang lain dan mengembalikan kekuasaan Turki Usmani. Kenaikan Mehmet I sebagai raja ini pun juga mengakhiri masa jeda kekuasaan atau dalam bahasa kerennya disebut Interregnum. Orang Turki sih menyebutnya dengan Fetret Devri.
Akibat kalahnya Beyazit I atas Tirmurlenk di perang Ankara pada tahun 1402 itu. Sebagian teritori Utsmaniyah di Balkan (seperti Thessaloniki, Makedonia, dan Kosovo) sempat terlepas.
Namun daerah-daerah tersebut berhasil direbut kembali oleh Murad II antara tahun 1430-an dan 1450-an. Pada tanggal 10 November 1444, Murad II berhasil mengalahkan pasukan Hongaria, Polandia, dan Wallachia yang dipimpin Władysław III dari Polandia dan János Hunyadi di Pertempuran Varna. Semua pasukan gabungan itu berhasil dikalahkan oleh Murad II dalam Pertempuran Kosovo Kedua tahun 1448.
Oh Iya, Murad II ini pun berusaha untuk mengepung Konstantinopel namun tak berhasil.
Setelah Sultan Murad II Berakhir, kesultanan pun jatuh di Tangan Mehmet II. Hal pertama yang dilakukan Mehmet II. adalah berusaha untuk menaklukkan Konstantinopel, yang menjadi impian banyak raja saat itu.
Dia pun mengumpulkan beragam sumber kekuatan dan membuat proyek meriam raksasa untuk bisa menembus benteng Konstantinopel itu. Untuk info tentang meriam raksasa itu bisa dilihat disini atau deskripsi ya.
Mehmet II ini pun berhasil menaklukkan Istanbul. Dia mendapatkan sebutan al-Fatih. Dan sejak saat itu, Kerajaan Turki Usmani pun menuju pada masa kejayaannya.
Pada abad ke-15 dan 16, Kesultanan Utsmaniyah memasuki periode ekspansi besar-besaran. Kesultanan ini berhasil menjadi wilayah makmur di bawah kepemimpinan sejumlah Sultan yang tegas dan cekatan. Ekonominya juga maju karena pemerintah berhasil mengendalikan rute-rute perdagangan darat utama antara Eropa dan Asia.
Sultan Selim I (1512–1520) berhasil memperluas batas timur dan selatan Kesultanan Utsmaniyah secara dramatis dengan mengalahkan Shah Ismail dari Persia Safawiyah dalam Pertempuran Chaldiran pada tanggal 23 August tahun 1514 .
Pada tahun 1516- hingga 1517 Selim I berhasil mengalahkan dinasti Mamluk di Mesir dan akhirnya wilayah utara Afrika pun berhasil menjadi wilayah Turki Usmani.
Setelah Yavuz Sultan Selim meninggal dunia, kekuasaan pun turun kepada putranya, Sultan Suleyman al-Kanuni. Pada masa al-Kanuni ini Kerajaan Turki Usmani sampai pada masa kejayaan yang gemilang.
Sultan Suleyman al-Kanuni berhasil mencaplok Beograd tahun 1521 dan menguasai wilayah selatan dan tengah Kerajaan Hongaria setelah Peperangan Utsmaniyah–Hongaria.
Setelah memenangkan Pertempuran Mohács tahun 1526, Sultan Suleyman al-Kanuni mendirikan pemerintahan Turki di wilayah teritori Eropa Tengah.
Sultan Suleyman al-Kanuni kemudian mengepung Wina tahun 1529, tetapi gagal menaklukkan kota itu. Di sebelah timur, bangsa Turk Utsmani berhasil merebut Baghdad dari Persia pada tahun 1535, menguasai Mesopotamia, dan mendapatkan akses laut ke Teluk Persia.
Pada tahun 1559, setelah perang Ajuuraan-Portugal pertama, Kesultanan Utsmaniyah mencoba memperluas wilayahnya pada wilayah Kesultanan Adal di afrika yang melemah. Ekspansi ini mengawali pemerintahan Utsmaniyah di Somalia dan Tanduk Afrika. Keberhasilan itu pun juga meningkatkan pengaruh Utsmaniyah di Samudra Hindia untuk bersaing dengan Portugal.
Pada akhir masa kekuasaan Suleiman, jumlah penduduk Kesultanan Utsmaniyah mencapai 15.000.000 orang dan tersebar di tiga benua, yaitu Eropa, Asia dan Afrika. Selain itu, kesultanan ini menjadi kekuatan laut besar yang mengendalikan sebagian besar Laut Mediterania. Saat itu, Kesultanan Utsmaniyah adalah bagian utama dari lingkup politik Eropa. Kesuksesan politik dan militernya sering disamakan dengan Kekaisaran Romawi, salah satunya oleh cendekiawan Italia Francesco Sansovino dan filsuf politik Prancis Jean Bodin.
Pada masa antara tahun 1566–1683 Turki Usmani mengalami masa yang di dalamnya banyak terjadi konflik. Bangsa Eropa sudah banyak melakukan pengembangan teknologi serta sistem politik dan ekonomi.
Struktur militer dan birokrasi yang bagus pada abad sebelumnya dalam kesultanan Turki Usmani menjadi awal sumber kekacauan ketika sultan-sultan di masa selanjutnya tidak mampu tegas dalam memimpin. Kesultanan Utsmaniyah pun perlahan dikalahkan bangsa Eropa dari berbagai bidang termasuk teknologi militer.
Di dalam sisi internal kesultanan Turki sendiri, perkembangan teknologi dan sistem politik terhambat akibat paham konservatif agama dan intelektual yang kuat.
Korps Janissary misalnya, mereka menolak mentah-mentah beragam model pembaharuan yang bisa mengancam eksistensi mereka di dalam kerajaan TUrki Usmani. Bahkan mereka bisa melakukan kekacauan hingga pembunuhan terhadap sultan apabila ada kebijakan yang bisa mengganggu mereka.
Meski mengalami masa sulit, kesultanan Turki Usmani pada masa ini tetap menjadi kekuatan ekspansionis besar sampai Pengepungan Wina pada tahun 1683. Pengepungan itu tidak berhasil dan Pasukan Usmani pulang dengan tangan hampa. Pengepungan Wina itu adalah pertempuran yang menandakan akhir ekspansi Kesultanan Utsmani ke Eropa. Bahkan kegagalan pengepungan itu konon menyebabkan turunnya kepercayaan diri dari para pasukan Usmani.
Kini kita beranjak ke tahun 1700an. Pada tahun-tahun itu juga tahun-tahun sebelumnya, para sultan dan para birokrat Turki Usmani sebenarnya sudah menyadari kemunduran kerajaan dan majunya Eropa dalam hal teknologi.
Oleh karenanya, sejumlah reformasi pendidikan dan teknologi pun mulai banyak dilaksanakan. Salah satunya adalah dengan adanya pendirian institusi pendidikan tinggi seperti Universitas Teknik Istanbul.
Pada tahun 1734, sebuah sekolah artileri dan persenjataan didirikan untuk memperkenalkan metode artileri Barat, namun sayangnya kalangan ulama Islam mengajukan keberatan atas dasar agama.
Meskipun sempat ditutup, namun pada Tahun 1754, sekolah artileri tersebut dibuka kembali secara setengah rahasia.
Pada Tahun 1726, Ibrahim Muteferrika, seorang sarjana dan diplomat Turki Usmani berhasil meyakinkan para pembesar kesultanan dan para ulama tentang efek positif dari bacaan dan percetakan.
Muteferrika pun diizinkan oleh Sultan Ahmed III untuk menerbitkan buku-buku non-religius meski ditentang sejumlah ulama.
Pada tahun 1768 kota Balta milik Kesultanan Utsmaniyah di bagian utara diserang oleh Rusia. Tindakan ini pun memaksa Kesultanan Utsmaniyah memulai Perang Rusia-Turki pada tahun 1768–1774. Perjanjian Küçük Kaynarca tahun 1774 mengakhiri perang ini.
Pada akhir abad ke-18, serangkaian kekalahan perang melawan Rusia membuat beberapa kalangan di Kesultanan Utsmaniyah yakin bahwa reformasi yang dijalankan Kaisar Rusia memberi keunggulan bagi Rusia, dan Kesultanan Utsmani pun sudah sangat bahwa mereka harus segera mengadopsi teknologi Barat untuk menghindari kekalahan lebih lanjut.
Selim III yang menjadi sultan Turki Usmani antara tahun (1789 hingga tahun 1807) berusaha melakukan upaya besar dalam memodernisasi pasukannya.
Tetapi upaya reformasi ini terhambat oleh kepemimpinan yang religius dalam birokrasi kesultanan dan juga korps Janisari. Korps janissary ini adalah kelompok pasukan Elit yang memiliki hak-hak istimewa di dalam kesultanan.
Karena iri dengan hak-hak militer dan menolak perubahan, pasukan Janisari pun melakukan pemberontakan. Semua upaya Sultan Selim III ini membuat dirinya kehilangan takhta dan bahkan nyawanya.
Akan tetapi, pemberontakan para Janissary ini berhasil diredam dengan spektakuler dan kejam oleh penggantinya yang lebih cekatan, yaitu Sultan Mahmud II. Sultan Mahmud II berhasil menghapus korps Yanisari pada tahun 1826.
Pada tahun (1828 hingga 1908), kesultanan Turki Usmani berada pada tahap Kemunduran dan modernisasi.
Para sultan dan birokrat Turki Usmani sudah menyadari penuh akan pentingnya reformasi dan modernisasi.
Berbagai perubahan kebijakan dan politik pun berhasil dilaksanakan oleh kesultanan Turki Usmani.
Pada masa antara tahun (1839–1876) di wilayah kesultanan Turki Usmani disebut sebagai masa Tanzimat, yaitu serangkaian reformasi konstitusional yang menghasilkan beberapa kebijakan yang sama sekali berbeda dengan kebijakan-kebijakan sebelumnya.
Di antaranya adalah adanya pasukan wajib militer modern, reformasi sistem perbankan, dicabutnya kriminalisasi terhadap kaum homoseksual, perubahan hukum agama menjadi hukum sekuler, dan departemen pengrajin dan saudagar yang mulai memiliki pabrik modern. Kementerian Pos Utsmaniyah pun dibentuk di Istanbul pada tanggal 23 Oktober 1840 untuk efisiensi komunikasi antar wilayah.
Samuel Morse, sang penemu telegraf, menerima paten telegraf pertamanya tahun 1847. Paten tersebut dikeluarkan oleh Sultan Abdul Mejid I yang secara langsung menguji penemuan baru tersebut.
Setelah uji coba berhasil, jalur kabel telegraf pertama di dunia yang menghubungkan antara Istanbul-Edirne dan -Şumnu) mulai dipasang pada 9 Agustus 1847.
Periode reformasi ini memuncak dengan penyusunan Konstitusi yang disebut Kanûn-u Esâsî. Era Konstitusional Pertama kesultanan ini tidak berlangsung lama. Parlemennya hanya bertahan selama dua tahun yang kemudian dibubarkan oleh sultan.
Di sisi lain, dalam lingkungan kesultanan Turki Usmani penduduk Kristen di kesultanan ini mulai unggul ketimbang penduduk Muslim yang mayoritas. Hal itu dikarenakan tingkat pendidikan masyarakat kristen lebih unggul.
Pada tahun 1861, ada sekitar 571 sekolah dasar dan 94 sekolah menengah Kristen Utsmaniyah dengan 140.000 siswa. Jumlah itu jauh melampaui siswa Muslim di sekolah pada saat yang sama.
Kemajuan siswa Muslim terus melambat dikarenakan lamanya waktu mata pelajaran bahasa Arab dan teologi Islam. Tingkat pendidikan siswa Kristen yang lebih tinggi memungkinkan mereka memainkan peran penting dalam perekonomian negara. Pada tahun 1911, 528 dari 654 perusahaan grosir di Istanbul dimiliki etnis Yunani yang menjadi representasi masyarakat Kristen.
Situasi di bagian utara terus memanas akibat pergerakan politik bangsa-bangsa di bagian Eropa. Perang Krimea terjadi 1853–1856 sebagai bagian dari persaingan panjang antara kekuatan-kekuatan besar Eropa yang memperebutkan pengaruh di teritori Kesultanan Utsmaniyah yang melemah.
Kebanyakan konflik dalam perang itu terjadi di semenanjung Krimea, juga pertempuran lainnya yang terjadi di Turki barat dan laut Baltik. Perang Krimea kadang-kadang dianggap sebagai konflik modern pertama yang memengaruhi peperangan pada masa depan
Perang Rusia-Turki terjadi antara tahun 1877–1878 dan berakhir dengan kemenangan mutlak bagi Rusia. Akibatnya, wilayah Utsmaniyah di Eropa menyusut dengan cepat. Bulgaria berdiri sebagai kepangeranan merdeka di dalam Kesultanan Utsmaniyah, begitu pula daerah Rumania mendapat kemerdekaan penuh.
Serbia dan Montenegro mendapat kemerdekaan penuh dengan wilayah yang lebih kecil. Pada tahun 1878, Austria-Hongaria bersama-sama menduduki provinsi Bosnia-Herzegovina dan Novi Pazar. Walaupun pemerintah Utsmaniyah berusaha untuk melawan tindakan ini, pasukan Usmani berhasil dikalahkan dalam kurun tiga minggu.
Sebagai imbalan atas bantuan Perdana Menteri Britania Raya Benjamin Disraeli dalam pengembalian teritori Utsmaniyah di Semenanjung Balkan saat Kongres Berlin, Britania Raya mendapatkan hak pemerintahan di Siprus pada tahun 1878. Britania kemudian mengirimkan tentaranya ke Mesir pada tahun 1882 untuk membantu pemerintah Utsmaniyah meredam Pemberontakan Urabi. Britania pun memegang kendali penuh di Siprus dan Mesir.
Seiring menyusutnya wilayah Kesultanan Utsmaniyah, banyak Muslim Balkan pindah ke teritori Utsmaniyah yang tersisa di Balkan atau di Anatolia.
Antara tahun 1908–1922 di dalam kesultanan TUrki Usmani disebut-sebut sebagai masa Kekalahan dan pembubaran
Periode kekalahan dan pembubaran Kesultanan Utsmaniyah ini dimulai pada masa Era Konstitusional Kedua dan Gerakan Turki Muda. pada Periode tersebut kelompok politik dalam masyarakat Turki berusaha untuk mengembalikan konstitusi Utsmaniyah 1876 dan memperkenalkan sistem politik multi-partai dengan sebuah sistem pemilihan di parlemen Utsmaniyah. Konstitusi tersebut membawa harapan karena berusaha untuk memodernisasikan institusi-institusi di negara tersebut dan mengurangi ketegangan antar-kelompok.
Di sisi luar, Itali menyatakan perang terhadap Usmaniyah sehingga terjadi Perang Italia-Turki pada tahun (1911–12). Kesultanan Utsmaniyah pun kehilangan wilayah Libya di afrika utara.
Juga wilayah-wilayah Liga Balkan menyatakan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah. Utsmaniyah kalah dalam Peperangan Balkan yang terjadi pada tahun (1912– hingga tahun 1913) dan kehilangan teritori Balkan-nya kecuali Trakia Timur dan ibu kota historis Edirne.
Akibat kekalahan tersebut, Sekitar 400.000 Muslim yang khawatir menghadapi kekerasan etnis Yunani, Serbia, atau Bulgaria, mengungsi mundur bersama pasukan Utsmaniyah.
Pada tahun 1914, Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam kancah Perang Dunia I di blok Kekuatan Tengah. KesultananTurki pun ambil bagian dalam peperangan di Timur Tengah. Utsmaniyah sempat beberapa kali menang pada tahun-tahun pertama perang, misalnya di Pertempuran Gallipoli dan Pengepungan Kut, namun ada juga kekalahan seperti pada peperangan Kaukasus melawan Rusia.
Di bagian Selatan, terjadi pemberontakan Arab yang dimulai pada tahun 1916 melawan Utsmaniyah di front Timur Tengah. Utsmaniyah sempat unggul di Timur Tengah selama dua tahun pertama perang.
Peperangan di Timur tengah diakhiri dengan Gencatan Senjata Mudros yang ditandatangani pada 30 Oktober 1918.
Pada perang dunia I tersebut, turki termasuk pihak yang kalah sehingga terpaksa mendatangani perjanjian Mudros di atas kapal HMS Agamemnon di pelabuhan Mudros.
Sayangnya perjanjian itu sangat-sangat merugikan kesultanan Turki Usmani dan kesultanan bisa dibilang sudah selesai pada tahun 1918 ini. Perjanjian itu menyebabkan sekutu secara mudah menduduki Konstantinopel. Tentara Prancis memasuki kota ini pada tanggal 12 November 1918, diikuti oleh tentara Britania pada hari selanjutnya.
Pada tahun 1920 dilakukan Perjanjian Sèvres untuk pemecahan wilayah Kesultanan Utsmaniyah secara resmi. Artinya wilayah dalam Turki Usmani itu dibagi-bagikan kepada sekutu.
Dengan perjanjian Sevres itu, bisa dibilang bahwa wilayah Kesultanan Utsmaniyah sudah habis. Hanya sisa sedikit di daratan Anatolia.
Perjanjian yang dilakukan oleh kesultanan Turki Usmani itu pun membuat masyarakat Turki marah. Oleh karenanya, mereka membuat gerakan Turki merdeka untuk memperjuangkan wilayah kedaulatan Turki.
Bisa dibilang pada tahun 1920 itu kesultanan Turki sudah lenyap kekuatannya. Karena mereka sudah tunduk pada dikte yang dilakukan oleh para sekutu.
Wilayah-wilayah di anatolia juga sudah dikuasai oleh Yunani, prancis, dan Armenia. Oleh karenanya, masyarakat Turki di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk berusaha memperjuangkan kembali kedaulatan Turki dan dia pun berperang kesana kemari untuk mengusir sekutu dari tanah Anatolia.
Pada masalah ini banyak sekali orang yang salah paham tentang Mustafa Kemal Ataturk. Dia dianggap sebagai orang yang menghancurkan kekhalifahan Turki Usmani dan membuat negara sekuler.
Padahal faktanya wilayah Turki sudah habis dibagi-bagi dan tinggal bagian sedikit saja. Bahkan kalau saja orang-orang seperti Ataturk tidak muncul maka sekarang ini kita mungkin tidak akan melihat Turki modern yang wilayahnya mencakup daratan Eropa dan Asia Minor atau anatolia secara penuh.