Tradisi Pembunuhan Saudara Dalam Kekhalifahan Turki Usmani
Haslo semuanya! Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kali ini kita akan membahas tentang sebuah tradisi kontroversial yang ada pada era Kerajaan Turki Usmani. Tradisi itu adalah Tradisi Membunuh Saudara atau disebut dengan Kardeş Katli.
Jadi begini singkatnya. Kalau ada seorang Sultan meninggal dunia maka salah satu dari anak-anaknya itu akan menggantikannya sebagai raja. Dan seorang Anak yang telah menjadi raja ia boleh membunuh saudaranya.
Menarik sekali bukan? Namun sebelum itu, untuk membantu agar channel ini bisa selalu memberikan informasi menarik dan bermanfaat, silahkan klik tombol subscribe dulu, lalu klik tanda lonceng. Juga jangan lupa klik like dan tinggalkan komentar ya.
Jadi dalam lingkungan kerajaan Turki Usmani, ada sebuah tradisi bahwa seorang yang telah menjadi raja maka ia boleh membunuh saudara-saudaranya. Hingga hanya dirinyalah yang tersisa sebagai pewaris tahta satu-satunya.
Tujuannya tidak lain adalah untuk menjaga stabilitas kerajaan dan wilayah kekuasaan Kerajaan Turki Usmani tentunya.
Kalau saudara-saudaranya itu tidak dibunuh, maka konon kerajaan bisa gonjang-ganjing. Karena saudara-saudara lainnya itu bisa saja mengklaim dirinya sebagai raja dan melakukan pemberontakan. Hal ini pun bisa membuat kerajaan Usmani terpecah belah. Oleh sebab itu, di wilayah Turki Usmani harus ada satu Raja saja.
Praktek pembunuhan saudara setelah seorang putra mahkota menjadi raja ini banyak dilakukan oleh para sultan Turki Usmani.
Menurut Ahmet Şimşirgil, seorang pakar sejarah Usmani menyebutkan bahwa setelah Sultan Al-Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel atau Istanbul itu, maka agar kerajaan Turki Usmani tidak terpecah-pecah maka sultan Alfatih pun mengeluarkan sebuah titah.
Bunyi titah itu adalah, Siapapun di antara anak laki-lakiku yang naik tahta maka diterima baginya untuk membunuh saudara-saudaranya demi kepentingan umum (nizam-i alem). Mayoritas ulama telah menyetujui ini; biarkan tindakan tersebut diambil sesuai dengan hal itu.
Saya teringat dulu pertamakali mengetahui hal ini dan saya berdebat sengit dengan orang Turki. Karena bagi saya membunuh orang yang tak salah maka itu adalah hal yang keluru. Bahkan saya meragukan tradisi semacam itu.
Namun setelah saya membaca buku-buku sejarah, ternyata banyak disebutkan bahwa praktek membunuh saudara, anak dan keluarga itu memang banyak dilakukan pada masa kerajaan Turki Usmani.
Dengan melihat sejarah kerajaan Turki Usmani, tradisi membunuh saudara itu memang benar adanya. Kerajaan Turki bisa bertahan ratusan tahun dan berhasil menjadi kerajaan besar yang membentang dari Eropa, Afrika dan Asia.
Hal ini berbeda dengan kerajaan-kerajaan lain yang tak bertahan lama karena banyak terjadi pemberontakan karena para putra mahkota saling mengklaim dirinya sebagai raja.
Dengan adanya aturan satu raja dan dibunuhnya orang-orang yang memiliki potensi sebagai raja ini pun konon menjadi faktor penting terhadap kejayaan dan umur panjangnya kerajaan Turki Usmani.
Kita bandingkan dengan kerajaan Mongol misalnya, kerajaan itu sangatlah besar namun hanya bertahan sekitar 150 tahun karena banyak terjadi perpecahan.
Banyak sekali raja-raja Usmani yang membunuh saudaranya atas nama tradisi pembunuhan saudara ini. Beberapa raja yang melakukan pembunuhan terhadap saudaranya adalah seperti sultan Murad I, Murad II, Sultan Alfatih, Yawus Sultan Selim, Murad III, Mehmed III, Osman II dan sultan-sultan lainnya.
Kita ambil beberapa kasus saja sebagai contoh. Sultan Murad III misalnya, Ia adalah cucu dari Sultan Sulaiman al-Qanuni.
Murad III memiliki lima saudara dan semuanya dibunuh dengan cara dicekik pada tahun 1574 di Istana Topkapı dia pun menjadi satu-satunya pewaris takhta dan sebagai orang satu-satunya yang berhak menjadi sultan.
Sultan Mehmed III, menurut riwayat dirinya memanggil 19 saudara kandungnya pada suatu malam dengan alasan agar saudara-saudaranya tersebut mencium tangannya.
Tapi pas saudara-saudaranya itu datang dia pun memerintahkan untuk mencekik semua 19 saudaranya itu sehingga dirinya adalah satu-satunya putra mahkota yang menjadi raja Usmani.
Hanya dalam satu malam Sultan Mehmed III telah menghabisi nyawa ke 19 saudaranya. Sehingga pada pagi hari di depan istana telah berjejer 19 kotak mayat yang berisi jasad para putra mahkota.
Mehmed III ini pun juga membunuh putranya yang berusaha menentang dirinya.
Ada yang menarik dari pembunuhan saudara dalam tradisi Kerajaan Turki Usmani ini. Yaitu cara membunuhnya adalah dengan dicekik.
Jadi begini singkatnya. Kalau ada seorang Sultan meninggal dunia maka salah satu dari anak-anaknya itu akan menggantikannya sebagai raja. Dan seorang Anak yang telah menjadi raja ia boleh membunuh saudaranya.
Menarik sekali bukan? Namun sebelum itu, untuk membantu agar channel ini bisa selalu memberikan informasi menarik dan bermanfaat, silahkan klik tombol subscribe dulu, lalu klik tanda lonceng. Juga jangan lupa klik like dan tinggalkan komentar ya.
Jadi dalam lingkungan kerajaan Turki Usmani, ada sebuah tradisi bahwa seorang yang telah menjadi raja maka ia boleh membunuh saudara-saudaranya. Hingga hanya dirinyalah yang tersisa sebagai pewaris tahta satu-satunya.
Tujuannya tidak lain adalah untuk menjaga stabilitas kerajaan dan wilayah kekuasaan Kerajaan Turki Usmani tentunya.
Kalau saudara-saudaranya itu tidak dibunuh, maka konon kerajaan bisa gonjang-ganjing. Karena saudara-saudara lainnya itu bisa saja mengklaim dirinya sebagai raja dan melakukan pemberontakan. Hal ini pun bisa membuat kerajaan Usmani terpecah belah. Oleh sebab itu, di wilayah Turki Usmani harus ada satu Raja saja.
Praktek pembunuhan saudara setelah seorang putra mahkota menjadi raja ini banyak dilakukan oleh para sultan Turki Usmani.
Menurut Ahmet Şimşirgil, seorang pakar sejarah Usmani menyebutkan bahwa setelah Sultan Al-Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel atau Istanbul itu, maka agar kerajaan Turki Usmani tidak terpecah-pecah maka sultan Alfatih pun mengeluarkan sebuah titah.
Bunyi titah itu adalah, Siapapun di antara anak laki-lakiku yang naik tahta maka diterima baginya untuk membunuh saudara-saudaranya demi kepentingan umum (nizam-i alem). Mayoritas ulama telah menyetujui ini; biarkan tindakan tersebut diambil sesuai dengan hal itu.
Saya teringat dulu pertamakali mengetahui hal ini dan saya berdebat sengit dengan orang Turki. Karena bagi saya membunuh orang yang tak salah maka itu adalah hal yang keluru. Bahkan saya meragukan tradisi semacam itu.
Namun setelah saya membaca buku-buku sejarah, ternyata banyak disebutkan bahwa praktek membunuh saudara, anak dan keluarga itu memang banyak dilakukan pada masa kerajaan Turki Usmani.
Dengan melihat sejarah kerajaan Turki Usmani, tradisi membunuh saudara itu memang benar adanya. Kerajaan Turki bisa bertahan ratusan tahun dan berhasil menjadi kerajaan besar yang membentang dari Eropa, Afrika dan Asia.
Hal ini berbeda dengan kerajaan-kerajaan lain yang tak bertahan lama karena banyak terjadi pemberontakan karena para putra mahkota saling mengklaim dirinya sebagai raja.
Dengan adanya aturan satu raja dan dibunuhnya orang-orang yang memiliki potensi sebagai raja ini pun konon menjadi faktor penting terhadap kejayaan dan umur panjangnya kerajaan Turki Usmani.
Kita bandingkan dengan kerajaan Mongol misalnya, kerajaan itu sangatlah besar namun hanya bertahan sekitar 150 tahun karena banyak terjadi perpecahan.
Banyak sekali raja-raja Usmani yang membunuh saudaranya atas nama tradisi pembunuhan saudara ini. Beberapa raja yang melakukan pembunuhan terhadap saudaranya adalah seperti sultan Murad I, Murad II, Sultan Alfatih, Yawus Sultan Selim, Murad III, Mehmed III, Osman II dan sultan-sultan lainnya.
Kita ambil beberapa kasus saja sebagai contoh. Sultan Murad III misalnya, Ia adalah cucu dari Sultan Sulaiman al-Qanuni.
Murad III memiliki lima saudara dan semuanya dibunuh dengan cara dicekik pada tahun 1574 di Istana Topkapı dia pun menjadi satu-satunya pewaris takhta dan sebagai orang satu-satunya yang berhak menjadi sultan.
Sultan Mehmed III, menurut riwayat dirinya memanggil 19 saudara kandungnya pada suatu malam dengan alasan agar saudara-saudaranya tersebut mencium tangannya.
Tapi pas saudara-saudaranya itu datang dia pun memerintahkan untuk mencekik semua 19 saudaranya itu sehingga dirinya adalah satu-satunya putra mahkota yang menjadi raja Usmani.
Hanya dalam satu malam Sultan Mehmed III telah menghabisi nyawa ke 19 saudaranya. Sehingga pada pagi hari di depan istana telah berjejer 19 kotak mayat yang berisi jasad para putra mahkota.
Mehmed III ini pun juga membunuh putranya yang berusaha menentang dirinya.
Ada yang menarik dari pembunuhan saudara dalam tradisi Kerajaan Turki Usmani ini. Yaitu cara membunuhnya adalah dengan dicekik.
Hal itu konon karena darah para keturunan raja tidak boleh tertumpah. Sebab kalau sampai tertumpah bisa mendatangkan bencana besar bagi kerajaan.
Mau tahu uniknya kepercayaan darah tidak boleh terumpah ini? Ikuti terus channel ini dengan mengklik subscribe dan tanda lonceng karena saya akan membahasnya dalam video lain.
Nah kita kembali kepada masalah pembunuhan saudara ini. Meskipun membunuh saudara dalam tradisi kerajaan Turki Usmani ini legal, namun tidak semua sultan melakukan pembunuhan terhadap saudaranya.
Yang menarik lagi pada tradisi membunuh saudara itu ada di poin ini. Ada pertanyaan. Kalau seorang raja yang naik tahta tidak membunuh saudaranya, apa memang masalah sih?
Nah kita kembali kepada masalah pembunuhan saudara ini. Meskipun membunuh saudara dalam tradisi kerajaan Turki Usmani ini legal, namun tidak semua sultan melakukan pembunuhan terhadap saudaranya.
Yang menarik lagi pada tradisi membunuh saudara itu ada di poin ini. Ada pertanyaan. Kalau seorang raja yang naik tahta tidak membunuh saudaranya, apa memang masalah sih?
Menurut sejarawan, raja yang sudah naik tahta dan tidak membunuh saudaranya kebanyakan akan mendapatkan masalah.
Misalnya saja Yawus Sultan selim setelah menjadi raja dia memutuskan untuk tidak membunuh saudaranya yang bernama Şehzade Korkut. Sebaliknya, Yawus sultan selim mengangkat saudaranya tersebut menjadi gubernur di daerah lain.
Nah pada saat menjadi gubernur inilah dia didukung oleh beberapa menteri untuk menjadi raja. Salahnya, Sehzade Korkut ini setuju dan dia mau diangkat menjadi raja. Hal ini pun diketahui oleh Yawus sultan Selim dan akhirnya Yawus Sultan Selim membunuhnya.
Ada juga sultan Murad IV dia memutuskan untuk tidak membunuh saudaranya yang bernama Ibrahim. Sebaliknya, ia mengurung Ibrahim dalam Istana sehingga ia tidak bisa keluar dari Istana.
Hal itu pun membuat Ibrahim terganggu psikologisnya dan menjadi gila, karena setiap hari-harinya hanya dijalani dalam ruangan.
Saat Sultan Murad IV ini meninggal dunia, tahta kerajaan pun jatuh ke tangan Ibrahim karena secara keturunan dia adalah pewaris tahta tertua. Dia pun menjadi raja, namun raja yang gila. Akhirnya beberapa tahun setelahnya kerajaan Turki menjadi kerajaan yang tak jelas karena dipimpin oleh seorang yang gila.
Saat Ibrahim yang gila ini marah, ia seakan tak mengenal orang-orang di sampingnya. Ia bahkan memerintahkan untuk membunuh orang-orang yang tak berdosa.
Satu lagi, konon meskipun saudaranya masih kecil pun itu sangat berbahaya bagi kerajaan jika tidak dibunuh oleh raja yang baru naik tahta. Mengapa? Karena orang-orang sekitar itu bisa memanfaatkan putra mahkota yang meskipun masih kecil untuk memberontak.
Misalnya, Sultan Murad II, dia punya saudara kecil yang masih berumur sekitar 6 tahun. Tapi saudaranya yang masih sekelas anak TK itu telah melakukan upaya pemberontakan karena didukung oleh orang-orang di sekitarnya. Makanya Ia pun ditangkap dan dibunuh oleh Sultan Murad II.
Nah itulah sejarah kontroversial dari Turki Usmani. Gimana ni komentar dari teman-teman. Kalau menurutku sih, wallahu a’lam ya. Bangsa Turki Usmani adalah bangsa yang besar dan punya banyak ulama sebagai penasehat kerajaan.
Nah pada saat menjadi gubernur inilah dia didukung oleh beberapa menteri untuk menjadi raja. Salahnya, Sehzade Korkut ini setuju dan dia mau diangkat menjadi raja. Hal ini pun diketahui oleh Yawus sultan Selim dan akhirnya Yawus Sultan Selim membunuhnya.
Ada juga sultan Murad IV dia memutuskan untuk tidak membunuh saudaranya yang bernama Ibrahim. Sebaliknya, ia mengurung Ibrahim dalam Istana sehingga ia tidak bisa keluar dari Istana.
Hal itu pun membuat Ibrahim terganggu psikologisnya dan menjadi gila, karena setiap hari-harinya hanya dijalani dalam ruangan.
Saat Sultan Murad IV ini meninggal dunia, tahta kerajaan pun jatuh ke tangan Ibrahim karena secara keturunan dia adalah pewaris tahta tertua. Dia pun menjadi raja, namun raja yang gila. Akhirnya beberapa tahun setelahnya kerajaan Turki menjadi kerajaan yang tak jelas karena dipimpin oleh seorang yang gila.
Saat Ibrahim yang gila ini marah, ia seakan tak mengenal orang-orang di sampingnya. Ia bahkan memerintahkan untuk membunuh orang-orang yang tak berdosa.
Satu lagi, konon meskipun saudaranya masih kecil pun itu sangat berbahaya bagi kerajaan jika tidak dibunuh oleh raja yang baru naik tahta. Mengapa? Karena orang-orang sekitar itu bisa memanfaatkan putra mahkota yang meskipun masih kecil untuk memberontak.
Misalnya, Sultan Murad II, dia punya saudara kecil yang masih berumur sekitar 6 tahun. Tapi saudaranya yang masih sekelas anak TK itu telah melakukan upaya pemberontakan karena didukung oleh orang-orang di sekitarnya. Makanya Ia pun ditangkap dan dibunuh oleh Sultan Murad II.
Nah itulah sejarah kontroversial dari Turki Usmani. Gimana ni komentar dari teman-teman. Kalau menurutku sih, wallahu a’lam ya. Bangsa Turki Usmani adalah bangsa yang besar dan punya banyak ulama sebagai penasehat kerajaan.
Jadi keputusan-keputusan dalam kerajaan pun pastinya sudah melalui beragam pertimbangan demi kemaslahatan kerajaan.
Mungkin dengan membunuh satu nyawa itu menjadi pilihan terbaik. Karena kalau sudah terjadi pemberontakan, banyak sekali nyawa yang hilang karena mereka berperang melawan bangsanya sendiri. Yang menjadi korban tetaplah pasukan yang hanya ikut perintah atasan. Jadi singkatnya, sebelum bencana itu terjadi, para sultan mengambil tindakan pembunuhan itu agar stabilitas dan persatuan kerajaan terus terjaga.
Mungkin dengan membunuh satu nyawa itu menjadi pilihan terbaik. Karena kalau sudah terjadi pemberontakan, banyak sekali nyawa yang hilang karena mereka berperang melawan bangsanya sendiri. Yang menjadi korban tetaplah pasukan yang hanya ikut perintah atasan. Jadi singkatnya, sebelum bencana itu terjadi, para sultan mengambil tindakan pembunuhan itu agar stabilitas dan persatuan kerajaan terus terjaga.