Dari MTS Al-Hikmah Purwoasri Kediri Hingga Studi S3 di Necmettin Erbakan Üniversitesi Konya Türkey
Tulisan ini adalah tulisan yang dimuat di blog MTS Al-Hikmah Purwoasri Kediri. Saya repost di web kangdidik.com juga biar bisa lebih banyak diakses oleh banyak orang agar bisa memberikan informasi yang positif dan bermanfaat.
Semoga kisah singkat ini bisa member inspirasi kepada santri Al-Hikmah dan siswa-siswi Mts Al-Hikmah secara khusus dan secara umum untuk semua santri dan pelajar.
Mondok Di Al-Hikmah Purwoasri Kediri
Masih teringat pada tahun 2003, saat dulu pertamakali menginjakkan kaki di Al-Hikmah Purwoasri Kediri, saya diantarkan oleh kedua orang tua dengan menenteng tas besar berisi baju dan perlengkapan untuk nyantri.
Ketika ditawari untuk mondok di Al-Hikmah saya langsung mengiyakan saja dan berangkat dengan niat mondok, itu saja kurang lebihnya. Saya nyantri di Pesantren Ahmada Al-Hikmah yang diasuh oleh AbahKH. Drs. Ahmad Dain Arif di mana sekitar seminggu setelah tinggal di pondok saya mendaftar di MTs Al-Hikmah yang dikepalai oleh Abah KH. Moch. Yahya Badrus, SH.
Waktu itu dengan penuh semangat saya sudah punya impian besar untuk bisa menjadi santri yang berhasil. Ada rasa tak kerasan waktu itu sebagai santri baru dan hal ini adalah wajar soalnya belum pernah mondok sebelumnya.
Saat sudah masuk di MTs Al-Hikmah itu saya suka dengan pesantren dan sekolah yang disistem menjadi satu. Dimana seorang santri tak hanya pandai ilmu agama tetapi juga ilmu pengetahuan umum. Namun mondok dan sekolah itu tak mudah, apalagi waktu itu saya punya banyak teman di kelas yang menurut saya nakal, itu kenangan saya. Tapi ya dimana-mana santri putra pasti biasa ada yang nakal.Hampir saja terbesit untuk pindah ke tempat lain, tetapi saya tetap sabar dan pastinya itu adalah cobaan.
Menguatkan Tekad Dan Cita-Cita Untuk Terus Sekolah
Di jenjang MTs ini saya teringat ketika punya cita-cita untuk melanjutkan studi di Mesir. Hingga akhirnya saya mendalami beragam ilmu keislaman seperti nahwu, Sharaf, fiqih, ushul fiqih, tarih, Bahasa Arab dan banyak sekali kitab dan buku yang saya pelajari, baik bersama para pengasuh, ustadz atau belajar sendiri.
Saking inginnya menjadi santri yang berhasil dan sukses, saya sampai mempelajari dan menghafal kitab-kitab yang itu sebenarnya jenjang kelas atas dari jenjang saya belajar. Misalnya meskipun baru di jenjang Tuhatul Athfal, saya sudah mencoba menghafal Tashrif dan melirik Imrithi, dan di kelas tashrif saya sudah menghafal nadham Imrithi, Maqsud, dan saat sudah masuk Imrithi saya sudah menghafal ratusan bait Alfiyyah Ibnu Malik. Saya ingat ada teman yang bilang harusnya saya loncat kelas saja, tapi saya tidak mau karena saya butuh pemahamannya juga.
Jadi setiap jenjang pengajian diniyyah itu semua kitab yang terutama berbentuk nadham sudah saya hafal, misalnya Tuhfatul Athfal, Aqidatul Awwam (ngelontok), beberapa bab kitab Jurumiyyah, Amsilah Tasrifiyyah beserta penjelasan kaidah, beberapa bagian qawaidul I’lal, Imrithi, Maqsud, Alfiyyah dan beberapa bagian kitab Ghayah wa Taqrib (fiqih).
Saya sendiri heran dan saya tak mungkin bisa menghafal kitab-kitab itu. Bisa dibilang saya belajar agama dari titik hampir nol dimana di ketika datang ke pesantren hanya berbekal bisa baca al-Quran, Bahasa Arab sangat dasar, dan pengetahuan fikih serta akhlak dasar. Ada juga pengetahuan sejarah Islam dari ngaji di TPQ di desa saya. Ayah saya SD tidak lulus dan tidak bisa baca, ibu saya juga orang biasa saja. Dan intinya saya bukan santri yang cerdas atau berasal dari keluarga yang melek ilmu Islam secara mendalam, tapi disinilah ada pengalaman yang ingin saya bagikan kepada pembaca sekalian.
Saya waktu MTs itu tiap bulan diberi uang saku 150 ribu, dimana uang ini harus cukup untuk bayar semua kebutuhan makan di pondok, syahriah pondok, syahriah sekolah MTs dan semua kebutuhan saya. Mau tidak mau harus cukup. Padahal anak-anak lain kawan-kawanku itu bahkan 150 itu adalah uang jajan saja, bahkan ada yang diberi uang lebih karena orang tuanya kaya.
Disinilah saya sadar bahwa orang tua tak selamanya bisa membantuku dalam studi dan belajar. Dan uang150 ribuitu saya rasa sudah berat bagi orang tua untuk memberi saya uang saku. Dari titik inilah saya punya tekad besar untuk tidak menyianyiakan kepecercayaan orang tua dan harus tekun dalam hal apapun sebaik mungkin karena seberapapun penderitaan di pesantren pasti masih jauh menderita orang tua yang banting tulang mencari nafkah buat saya. Dari kesadaran itu salah satunya, dan tekad saya yang kuat, tiap waktu saya selalu ditemani oleh buku, kitab dan nadham. Saya ingat ketika selesai sekolah MTs , teman-teman selepas jamaah zuhur dan mengaji, mereka pergi ke warung atau bermain di lapangan menunggu waktu diniyyah sore ba’da ashar. Saya tidak kemana-mana, duduk di pojokan mushalla sambil memegang nadham.
Tiap malam saya sering tidur di makam Mbah Badrus untuk menghafal nadham, juga ketika di kelas saya juga sempatkan untuk mengulang menghafal nadham di waktu senggang. Salah satu teman saya beberapa waktu kemarin bilang katanya dulu selalu bisa menemukanku duduk di pojok mushalla ketika teman-teman yang lain pergi ke warung, pasar dan main di lapangan.
Soal mengaji, saya banyak mengaji ke siapapun kyai dan ustadz. Dan waktu senggang saya penuhi dengan mengaji. Misalnya saat selesai buka puasa pun saya masih mengikuti pengajian Abah KH. Zaimuddin di pondok tengah hingga isya. Dan setelah jam 10 an dimana hal ini merupakan waktu istirahat, saya ikut mengaji ke guru yang lain.
Untuk prestasi di sekolah Mts, kataguru-guru saya termasuk anak yang rangking, meskipun sebenarnya tidak juga karena mungkin yang lain buruk nilainya hehe. Saya masih teringat sekali di ajar olehAbah Muhammad Yahya, bu Sugianik, pak Naryo, bu Nisak, bu Alrina Wilujeng, pak Puguh, bu Alvin, pak Mustain, dan banyak guru-guru lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu persatu. Saya juga berterimakasih kepada para guru staf yang banyak membantu seperti pak Anam, bu Binti, pak Nasiruddin dan lain-lain.
Terimakasih saya ucapkan kepda segenap pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikmah, segenap ustad/ustadzah.Terimakasih sudah ikhlas mengajar saya dan mendidik saya. Selain itu pasti yang terpenting adalah doa dan usaha orang tua yang ihlas dalam berusaha untuk memondokkan anak agar bisa sukses dan berhasil.
Melanjutkan SekolahKe MA Al-Hikmah Singkat cerita setelah menyelesaikan ke jenjang Mts saya masuk ke jurusan agama di MA Al-Hikmah. Disini saya memfokuskan diri untuk belajar bidang keagamaan seperti tasawuf, Bahasa Arab, fikih, usul fikih, tarih dan lain-lain.
Singkat cerita saya alhamdulillah bisa melewati masa Aliyah itu dengan baik dan tiap matapelajaran dapat nilai yang bagus. Hal ini penting bagi pembaca yang sedang belajar di bangku sekolah, karena untuk mendapatkan beasiswa ada nilai minimal yang biasanya dipatok sekitar 80 hingga 85 dari 100.
Bagi saya agak ringan menjalani jenjang Aliyah ini karena alhamdulillah sudah tekun mempelajari materi penunjang saat berada di jenjang MTs.
Mendapatkan Beasiswa Penuh Dari Depag Untuk Studi S1 di Yogyakarta
Saat lulus Aliyah saya mencari beasiswa ke Mesir, namun sayangnya tidak ada lowongan. Saya pun memutuskan untuk mencari beasiswa Depag dan Alhamdulillah setelah melalui beragam ujian yang tak hanya menguras pikiran namun juga raga, saya termasuk di antara yang mendapatkan beasiswa penuh untuk studi s1 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan Tafsir Hadis. Semua biaya kuliah, pesantren, buku, penelitian, transportasi semua ditanggung pemerintah dan ditambah dengan biaya uang saku yang jumlahnya lumayan banyak.
Di Yogyakarta ini saya melanjutkan studi juga di Ma’had Ali Krapyak Wetan yang diasuh oleh KH. Muhadi Zainuddin Almarhum. Saya banyak mendapatkan pengalaman luar biasa karena bertemu dengan banyak mahasiswa berprestasi juga beberapa mahasiswa internasional yang studi banding juga guru-guru lulusan luar negeri.
Melanjutkan S2 di UIN Sunan Ampel Surabaya Setelah lulus s1 kurang dari 4 tahun dengan predikat cumlaude (lulus dengan pujian), saya langsung mendaftar s2 dan diterima di UIN Sunan Ampel Surabaya dengan jurusan Ulumul Quran dan Tafsir.
karena saya harus mengabdi di pesantren dan madrasah Aliyah dan saya harus ke Surabaya tiap hari jumat dan sabtu.Seakan tak ada kata-kata istirahat, yang ada hanyalah pikiran penuh, waktu terbatas dan rasa capek. Tapi itu adalah tantangan.
Sulit dan membutuhkan konsentrasi yang luarbiasa membuat saya harus memiliki strategi bagus agar bisa lulus dan berhasil dalam mengabdi. Hingga akhirnya saya pun berjuang untuk tetap disiplin kuliah, dimana saya juga memutuskan untuk menikah. Saat istri hamil alhamdulillah buku yang keempat saya diterima penerbit sehingga menjadi berkah tersendiri bagi keluarga kami terutamanya.
Waktu itu karena kesibukan, saya telat satu semester dimana saya harusnya selesai 2 tahun setengah tapi harus 3 tahun. Tapi tak apa toh waktu itu saya sudah mempersiapkan diri untuk melanjutkan s3 di luar negeri. Saya punya rencana banyak di negara mana yang hendak saya ambil, saya punya cita-cita ke McGill University Canada, Turki dan Australia. Tapi pilihan saya jatuh pada negara Turki.
Selama s2 saya terus mempersiapkan diri dengan memperbagus Bahasa Arab, Inggris dan saya juga sudah mulai belajar Bahasa Turki. Selain itu saya mencari para dosen dan penelitian yang ada di Turki.Sulit dan sangat sulit untuk membagi waktu tapi karena sudah punya tekad besar mau gimana lagi?
Melamar Beasiswa Turki Jenjang S3
Saat tahu beasiswa itu dibuka pendaftarannya saya langsung mendaftarkan diri secara online dan menyiapkan berkas-berkasnya. Saya upload berkas dan persyaratannya dengan memilih bahasa Inggris sebagai Bahasa pendaftaran.
Setelah lulus seleksi berkas saya dipanggil untuk wawancara di kedutaan besar Turki di Jakarta. Saya mengikuti wawancara dengan Bahasa utama Bahasa Inggris, juga Bahasa Arab dan sedikit Bahasa Turki. Wawancara itu termasuk yang paling mengenang dalam pengalaman saya.
Dan saya pun menunggu pengumuman hingga akhirnya saya mendapatkan email bahwa saya adalah termasuk mahasiswa yang dipilih untuk mendapatkan beasiswa penuh studi s3 di Turki. Saat ini saya sedang melanjutkan studi di Necmettin Erbakan Universitesi Konya Turkey jurusan Tafsir.
Alhamdulilah sekarang kami sekeluarga dalam keadaan yang baik dimana anak pertama kami juga sedang mengikuti Pendidikan TK di Turki. Istri saya juga mengikuti pengajian Tahfidz di Madrasah Turki untuk memperbagus hafalan.
Perjuangan belum selesai dan takakan pernah selesai. Sebuah pengalaman yang saya dapatkan ini memberi bukti kepada saya bahwa tekad yang kuat dan perjuangan yang sungguh-sungguh, dukungan orang tua dan para kyai dan guru pasti membuahkan hasil yang terbaik.
Saya menunggu kabar dari para pembaca pelajar sekalian, semoga di masa yang akan datang akan ada pelajar-pelajar hebat dan berhasil.
Semoga kisah ini bisa menginspirasi.
Penting dicatat: Ketekunan di masalalu adalah bekal untuk meraih keberhasilan di masa depan.
Untungnya dulu saya mau bersungguh-sungguh sejak awal karena kesulitan di masa depan akan mudah dilewati dengan bekal ketekunan di masalalu. Sekali gagal di satu jenjang maka bisa gagal atau sulit melewati jenjang lain. Juga khusus bagi siswa Mts Al-Hikmah, hormati gurumu siapapun itu, jangan membedakan mereka.Biasanya guru ndalem lebih ditakuti dan dihormati dari pada guru bukan ndalem, itusalah.Semua guru harus dihormati jika kita mau mendapatkan ilmu yang bermanfaat karena keberkahan ilmu ada pada ridha guru.
Oleh: Didik Andriawan, Alumni Mts Al-Hikmah, MA Al-Hikmah, Pon-pesAhmada Al-Hikmah, Madrasah Diniyah Al-Hikmah Purwoasri Kediri, kandidat Doktoral di Necmettin Erbakan Üniversitesi Konya Türkey.