Biografi Dan Perjalanan Hidup Syaikh Zainuddin Al-Malibari Pengarang Kitab Fathul Muin dan Irsyadul Ibad dari India
Halo semuanya, assalamualaikum, kali ini kita akan mengulas tentang profil Syekh Zainuddin Al-Malibari India, Pengarang Kitab Fathul Muin.
Bagi masyarakat masyarakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat pesantren khususnya, pasti sudah tidak asing lagi dengan nama kitab Fathul Muin.
Kitab fathul muin ini merupakan kitab Syarah atau penjelasan dari kitab Qurratul Ain, yang mana kedua kitab tersebut adalah karangan dari Syaikh Zainuddin al Malibari, seorang ulama dari India.
Tak hanya itu, Syaikh Zainuddin al-Malibari ini pun juga mengarang kitab lainnya yang tak kalah masyhur di Indonesia, yaitu irysadul Ibad. sebuah kitab fikih bernuansa tasawuf yang menjabarkan ilmu fikih yang dengan penjelasan-penjelasan yang lekat dengan dunia tasawuf.
Kitab ini pun menjadi kitab penting yang biasa dikaji di pesantren-pesantren di Indonesia.
Dan pada kesempatan ini, kita akan mengulas tentang biografi dari syaikh Zainuddin al-Malibari, atau yang masyhur sebagai pengarang kitab Fathul Muin.
Syeikh al-Malibari berasal dari keluarga ulama di India. Kakeknya yang juga bernama Zainuddin termasuk penduduk pertama dari Malibar yang belajar di al-Azhar, Kairo, Mesir.
Selama di mesir, sang kakek belajar dengan para ulama yang alim ilmunya seperti syekh Abdullah al-Makudi al-Azhari, Syamsuddin as-Sakhawi al-Azhari, Jalaluddin as-Suyuthi al-Azhari, dan lainya.
Setelah menamatkan pendidikannya dari Kairo, sang kakek pun pulang ke Malibar kemudian mengajarkan ilmu pengetahuan agama dengan meniru metode pembelajarannya di al-Azhar dengan membangun masjid jami’ di Ponnani, Kerala, India untuk dijadikan tempat belajar.
Sang kakek, zainuddin ini dikaruniai lima orang anak yang salah satunya bernama al-Ghazali yang merupakan ayah dari Zainuddin al-Malibari sang pengarang kitab fathul Muin.
Al-Ghazali ini juga termasuk seorang ulama yang mendalam ilmunya dan termasuk pembesar ulama di Malibar pada masanya, menjabat sebagai Mufti dan Qadhi di sana. Beliaulah yang membangun masjid Jami’ di Chombal, Kerala, India.
Menurut sebuah kisah disebutkan bahwa Zainuddin sang kakek menamai anaknya dengan al-Gazali ini untuk mengharap kebaikan dengan menggunakan nama Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali.
Syaikh al-Ghazali ini, yang merupakan ayah Zainuddin al-Malibari ini kemudian, menikah dengan wanita yang baik agama dan budi pekertinya dari keluarga yang masyhur akan taat dalam beragama di wilayah tersebut.
Dari kedua orang tua yang yang sholih dan juga berdarah keturunan ulama inilah lahir Ahmad Zainuddin yang kelak mengarang kitab fathul muin.
Kelahiran dan Masa Pencarian Ilmu Syaikh Zainuddin Al-Malibari
Ahmad Zainuddin, pengarang kitab fathul muin ini lahir pada tahun 938 H/1532 M di Chombal.
Karena beliau berasal dari keluarga ulama, seperti halnya para ulama terdahulu, kedua orang tuanya memberi pendidikan yang terbaik, terlebih ayah beliau yaitu Syaikh al-Ghazali merupakan seorang ulama yang alim.
Setelah pondasi ilmu agama selesai diajarkan sang ayah, sang anak kemudian diserahkan kepada saudaranya syekh Abdul Aziz yang mengajar di madrasah yang bertempat di masjid yang dibangun kakeknya di Ponnani
Sejak masa remaja ahmad Zainuddin sudah menghafal Alquran dan belajar ilmu-ilmu agama penting lainnya.
Setelah cukup belajar di tanah airnya, yaitu India, sebagaimana tradisi para penuntut ilmu zaman dahulu, beliau pun memutuskan untuk safar ke tanah suci untuk beribadah haji sekaligus mendalami ilmu agama di sana.
Pada saat Di Mekah, Zainuddin pun beliau belajar ilmu agama kepada Ibnu Hajar al-Haitami, yang merupakan ulama mazhab fikih yang terkenal pada masa itu.
Ibnu Hajar al-Haitami sendiri merupakan sahabat dari kakek zainuddin, yang mana Ibnu Hajar sendiri juga pernah ke India dan bermukim di masjid kakek zainuddin di Ponnani.
dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa: “Ibnu Hajar pernah ziarah ke masjid Ponnani ini, untuk mengajar.” Di sana beliau juga menyampaikan beberapa fatwanya.
Selain Ibnu Hajar al-Haitami, Zainuddin pun juga belajar kepada beberapa ulama terkemuka lainnya, seperti syekh Zainuddin bin Abdul Aziz az-Zamzami, syekh Wajihuddin Abdurrahman bin Ziyad, syekh Abdurrahman as-Shofawi, Syeikh Syamsuddin ar-Ramli al-Azhari, al-Khotib as-Syirbini al-Azhari, dan ulama lainnya.
Semasa pencarian ilmu ini, Syaikh Zainuddin juga tak hanya mendalami ilmu fikih saja. Beliau juga mendalami masalah tasawwuf, hingga beliau berbaiat kepada Sayyid Muhammad bin Abul Hasan al-Bakri as-Shiddiqi, dan mengambil thariqah Qadiriyah darinya, ketika Sayyid Muhammad bermukim di Mekah.
Zainuddin menetap selama beberapa tahun di hijaz untuk mencari ilmu, hingga beliau pun memutuskan untuk pulang ke India.
Syaikh Zainuddin Al-Malibari Pulang ke India
Setelah pulang dari negeri Hijaz ini, beliau pun juga mengikut tradisi para ulama pendahulu, yaitu mengabdikan diri untuk menyebarkan ilmu agama kepada masyarakat.
Syaikh Zainuddin pun sibuk mengajar beragam ilmu agama seperti fikih, tafsir, hadis, ilmu kalam dan lainnya di Ponnani selama puluhan tahun.
Selama itu pula, Tidak terhitung berapa banyak para ulama yang merupakan alumni dari madrasahnya.
Di antara murid-muridnya ialah: syekh Abdurrahman bin Usman al-Ponani, syekh Jamaluddin bin syekh Abdul Aziz (keponakannya), syekh Qadhi Usman Labba al-Qahiri (nisbat kepada Qahir Fatan, salah satu wilayah India), syekh Qadhi Sulaiman al-Qahiri, dll.
Syaikh Zainuddin mengabdikan dirinya kepada ilmu agama dengan mengajar dan mengarang kitab, hingga beliau wafat.
Beliau wafat pada tahun 1028 H menurut qaul yang rajih sebagaimana yang dituturkan dalam kitab Tuhfatul Akhyar fi Tarikh Ulama Malibar.
Jenazah Beliau dimakamkan di samping Masjid Jami’ yang dibangunnya di Kungipalli, Chombal, India, satu lokasi beserta makam sang istri – jazahullahu khairal jaza -.
Karya Syaikh Zainuddin Al-Malibari
Di antara karya beliau yang paling masyhur adalah kitab Fathul Muin, yang merupakan syarah dari Qurratul Ain karya beliau sendiri.
Syaikh Zainuddin pada awal mulanya mengarang kitab Qurratul Ain, yang menjelaskan tentang ilmu fikih atau hukum Islam. Kemudian beliau sendiri menjabarkan isi dari kitab Qurratul Ain tersebut dan dinamai dengan fathul Muin.
Karena materinya yang berbobot, kitab Fathul Muin ini pun banyak dijadikan sebagai kurikulum kitab fikih baik untuk pelajar menengah atau tingkat lanjut di kalangan pondok pesantren dan juga perguruan tinggi di Indonesia.
Kitab Fathul Muin merupakan rangkuman berbagai pembahasan fikih yang dikarang oleh Imam Malibari dari hasil berguru dan mempelajari kitab gurunya, yaitu Ibnu Hajar al-Haitami.
Kitab fathul Muin memiliki ciri-ciri kitab yang padat, ringkas, namun mencakup materi pembahasan fikih yang menyeluruh. Sehingga hal itu mempermudah bagi para santri dan pelajar untuk mempelajari materi-materi fikih terutama untuk tingkat menengah dan lanjutan.
Selain itu, karya beliau lainnya yang masyhur adalah kitab Irsyadul Ibad.
Kitab ini merupakan kitab fikih yang dijabarkan dengan nuansa tasawuf.
ketika kita membaca kitab ini, maka seolah kita akan memasuki gaya bahasa perpaduan antara kitab fikih dan tasawuf dengan penjelasan yang enak dipahami dan tentu saja menarik.
kitab ini sangat perlu sekali untuk dikaji oleh semua kalangan. terutama santri dan umat islam yang menginkan petunjuk dan hidayah menjalankan agama bukan hanya melihat dari sisi sah atau tidak sahnya ibadah saja, tapi juga mementingkan sisi beretika dan bertata krama dalam beribadah.
Hal ini sesuai dengan arti nama kitab ini, Irsyadul Ibad ila Sabilir Rosyad (Petunjuk Bagi Hamba Allah Menuju Jalan Kebenaran, semoga Allah memberikan balasan terbaik atas segala amal Syaikh Zainuddin, dan juga kita pun bisa mengecap ilmu dari beliau melalui karya-karya yang beliau tinggalkan kepada kita.