hukum jual beli online Dalam Islam
hukum jual beli online Dalam Islam jual beli online pada masa sekarang sudah menjadi tren jual beli yang umum dilakukan masyarakat Indonesia bahkan seluruh dunia. Ada banyak kemudahan dan kelebihan dari jual beli online ini daripada jual beli langsung dikarenakan waktu yang lebih efisien, jangkauan pembeli yang lebih luas dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana hukum jual beli online dalam Islam? Bagaimana jual beli online jika dilihat dari segi fikih?
Sistem jual beli online
Sebelum mengetahui menelaah tentang hukum jual beli online maka kita pun perlu untuk meneliti terlebih dahulu tentang bagaimana sistem jual beli online tersebut. Jika melihat sistem jual beli online setelah umum, ada pola bahwa setelah terjadi kesepakatan, penjual akan meminta pembayaran dilakukan terlebih dahulu, baru setelah itu barang akan dikirimkan. Dari sistem sepert ini kita bisa mengatakan bahwa jual beli online itu sama persis dengan akad salam.
Contohnya adalah seperti seseorang yang memesan baju dari sebuah toko online. Setelah pemesanan, Penjual tidak akan mengirimkan baju yang diinginkan oleh pembeli, kecuali setelah pembayaran atas pembelian itu telah dilakukan dan uang sampai pada pihak pembeli atau pihak ketiga yang menengahi. Dan ini merupakan penerapan yang terjadi dalam akad salam di dalam Islam.
Dalam jual beli online juga banyak sekali dilakukan transaksi dengan sistem pre order atau PO. Contoh dari PO ini misalkan kita memesan baju yang spesifikasinya sudah diketahui oleh pembeli. Pembeli pun menyebutkan ukuran yang diinginkan. Kemudian penjual akan memenuhi permintaan pemesan tersebut dengan meminta pembayaran lebih dahulu, barulah baju tersebut akan diproses atau dibuatkan dan dikirim di waktu yang sudah diperkirakan.
Jika yang dimaksud dengan jual beli online adalah jual beli online sebagaimana cara di atas, maka kita bisa mengatakan bahwa jual beli online itu adalah penerapan sistem akad salam dan istishna’. Karena barang-barang yang ditransaksikan sama-sama ditangguhkan dan pembayaran dilakukan di awal.
Jika demikian, maka hukum jual beli online itu boleh karena akad salam maupun akad istishna’ ini diperbolehkan di dalam Islam. Dengan catatan pula bahwa jual beli itu sesuai dengan syarat jual beli seperti barang yang suci, memiliki hak penuh pada barang dan lain sebagainya.
Apa itu Akad Salam dan Istishna’ Dalam Sistem Jual Beli Online?
Wahbah al-Zuhaili dalam Al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah menjelaskan bahwa akad salam dapat diartikan sebagai akad jual beli barang yang telah disebutkan spesifikasinya meskipun belum wujud, namun telah disanggupi pengadaannya, pembuatan atau produksinya.
Adapun akad istishna’ ialah akad terhadap seorang pembuat atau produsen untuk mengerjakan atau membuat suatu barang yang tertentu yang ditangguhkan.
Akan Salam adalah akad untuk membeli barang yang belum ada wujudnya namun bisa diadakan. Misalnya baju gamis dengan tipe A misalnya, bajunya belum ada namun spesifikasinya sudah jelas dan biasa diproduksi jika ada pembeli.
Adapun akad istishna’ adalah akad membeli barang yang belum ada wujudnya dan bisa diadakan namun belum ada padanan sebelumnya. Istishna’ ini contohnya adalah seperti seseorang memesan baju khusus yang tidak dibuat sebelumnya. Misalnya dari desainer untuk baju pernikahan.
Dalil tentang Hukum bolehnya jual beli online
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa jual Beli Online yang dibenarkan oleh syariah adalah jika dia menerapkan sistem akad salam atau Istishna’. Ada cukup banyak dalil yang menjelaskan tentang bolehnya hukum salam dan istishna’ ini.
Di antara Dalil kebolehan melakukan akad tersebut adalah diantaranya hadis Nabi SAW:
1. Hadis Nabi saw memesan Kurma
قدِمَ النبُِّ صَلى اللهُ عَليْهِ وَسَلمَ المَدِينةَ وَهُمْ يسْلفُونَ فِِ الث مَارِ السَّنةَ وَالسَّن تيِْْ فَ قَالَ : مَنْ أسْلفَ فِِ تََرٍ فَ لْيسْلفْ فِِ كَيْلٍ مَعْلوم وَوَزْنٍ مَعْلوم إلََ أجَلٍ مَعْلوم
“Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di kota Madinah, penduduk Madinah telah biasa memesan buah kurma dengan waktu satu dan dua tahun. maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa memesan kurma, maka hendaknya ia memesan dalam takaran, timbangan dan tempo yang jelas (diketahui oleh kedua belah pihak).” [Muttafaqun ‘alaih].
2. Hadis Akad Salam Para sahabat
وَعَنْ عَبْدِ الرحْْنِ بنِ أبْ زى وَعَبْدِ الَّلَِّ بنِ أبِ أوْفَِ قالا: كُنا نصِيبُ المَغانَِ مَعَِ رسُولِ الَّلَِِّ وكَِانَ يََتِِينا أنْ باطٌ ِمنْ أنْ باط الشَّام فَ نسْلفُهُمْ فِ الْْنْطة وَالشَّعير وَالزبيبِ – وَفِ روَايَةٍ: وَالزَّْيتِ – إلََ أجَلٍ مُسَمًّى. قيلَ: أكَانَ لََمْ زَرعٌ ؟ قالا: مَا كُنا نسْألَُمْ عَ نْ ذَلكَ
Abdurrahman bin Abza dan Abdullah bin Auf RA keduanya mengatakan,”Kami biasa mendapat ghanimah bersama Rasulullah SAW. Datang orang-orang dari negeri syam. Lalu kami bertransaksi secara akad salam dengan mereka dengan gandum, jelai -dalam riwayat lain : lemak- dan kismis, dengan jangka waktu tertentu”.
Ketika ditanyakan kepada kami,”Apakah mereka itu mempunyai tanaman?”. Jawab kedua sahabat ini,”Tidak kami tanyakan kepada mereka tentang itu”. (HR Bukhari dan Muslim)
3. Hadis ibnu Abbas
قال ابن عباس : أشهد أن السلف المضمون إلَ أجل مسمى قد أحل الله فِ كتابه وأذن فيه ثم قرأ هذه الآية
Ibnu Al-Abbas berkata, Aku bersaksi bahwa akad salaf (salam) yang ditanggung hingga waktu yang ditentukan telah dihalalkan Allah dalam Kitab-Nya dan Dia telah mengizinkannya. Kemudian beliau membaca ayat ini. (HR Asy-Syafi’i dalam musnadnya)
Syarat-Syarat Bolehnya jual beli online
Jual beli baik dengan akad salam atau istishna’ yang diterapkan dalam jual beli online, tentunya harus memenuhi beberapa syarat. Karena jual beli ini tidak seperti jual beli langsung yang mana pembeli bisa bertemu langsung dengan penjualnya sehingga bisa melihat barangnya secara langsung.
Adapun beberapa syaratnya di antaranya adalah:
1. Pembayaran Jelas dan Tunai
Ketika terjadi kesepakatan kedua belah pihak dalam melakukan akad salam, maka pembayaran terhadap barang yang dibeli harus dilakukan secara tunai pada saat akad. Pembayaran ini tidak boleh ditangguhkan serta harus disebutkan secara jelas nominal dan mata uangnya.
2. Barang Ditangguhkan dan Barang yang dijual harus Jelas Sifatnya
Dalam sistem akad salam ataupun istisnhna’ barang yang dijual itu ada dalam beberapa keadaan, yaitu barangnya tidak ada, belum ada, atau ada tapi sedang tidak berada dalam proses akad.
Barang yang sudah dibeli dengan sistem ini penyerahannya pun diserahkan kemudian sesuai waktu yang disepakati.
Secara umum memang ada larangan jual-beli ketika barangnya belum ada, seperti yang disebutkan dalam hadits berikut : لاَ تبعْ مَاليْسَ عِنْدَكَ
Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki (HR. Tirmizy, Ahmad, An-Nasai, Ibnu Majah, Abu Daud)
Namun akad salam merupakan pengecualian yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana disebut di dalam hadits-hadits di atas. Maksud hadis di atas menurut para ulama adalah larangan menjual sesuatuyang tidak mungkin bisa dihadirkan ke pembeli. Bukan ketidakadaan barang sehingga masih memungkinkan untuk diproduksi sehingga tetap bisa dijual kepada pembeli.
Adapun contoh dari barang yang tidak ada itu misalnya adalah hewan yang hilang, burung terlepas dari sangkar dan ikan yang jatuh dalam sungai. Telah jelas sekali bahwa barang itu sudah tidak diketahui sama sekali rimbanya, apakah masih hidup, atau sudah mati atau mungkin sudah ditangkap oleh orang lain.
Dalam akad salam baik pembeli atau penjual harus menjelaskan spesifikasi barang secara jelas, semua sifat-sifatnya, jenis, kualitas, kuantitas harus disebutkan.
3. Jual Beli Online Adalah Akad Dengan Spesifikasi Barang
Akad salam atau istishna’ yang diterapkan dalam jual beli online bukanlah jual beli ain barang, melainkan sifatnya saja yang disebutkan ketika akad. Sehingga jika barang yang dihadirkan tidak sesuai sifatnya, maka akadnya dapat dibatalkan.
Hal ini dikarenakan dalam akad salam, sejatinya barang tidak ada atau tidak hadir diantara kedua belah pihak, yang dapat dihadirkan hanya sifat-sifatnya. Karena definisi salam adalah
بَيْعٌ مَوْصُوفٍ ِّ ايفِ الذمَّةِ بِبَدْلٍ يُعْطىَ عاَجِل
Jual-beli barang yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan dengan imbalan (pembayaran) yang dilakukan saat itu juga.
Sehingga jika seseorang membuka jualannya di lapak online perlu mengetahui hal ini, harus memberikan kebolehan kepada pembeli jika barang yang datang tidak sesuai pesanan boleh direturn atau dibalikin, baik uangnya dikembalikan, atau barangnya diganti sesuai kesepakatan dengan pembeli.
Maka mengingat akad salam atau istishna’ adalah jual beli sifat, antara kedua belah pihak, yang melakukan jual beli harus menyepakati sifat tersebut, spesifikasi barang harus disebutkan secara jelas waktu akad.
4. Waktu Penyerahan Barang Jual Beli Online Harus Jelas
Penyerahan barang harus disebutkan secara jelas ketika akad. Maksudnya kapan barang tersebut bisa dikirim atau diterima oleh pembeli. Meskipun hanya dengan perkiraan, atau kemungkinan besar.
Penjual harus memberi tahu pembeli barang dikirim kapan, kemudian melalui apa, diperkirakan akan sampai kepada pembelinya kapan, semuanya sudah ada omongan dna kejelasan dari kedua belah pihak.
Kedua pihak sebagaimana yang telah nabi sebutkan sudah saling tahu waktu serah terima barangnya kapan, pada saat akad.
5. Barang Harus Tersedia di Waktu yang Ditentukan
Pada saat menjalankan akad salam atau istishna’ dalam jual beli online, kedua belah pihak diwajibkan untuk memperhitungkan ketersedian barang pada saat jatuh tempo.
Persyaratan ini demi menghindarkan akad salam dari praktek tipu-menipu dan untung-untungan, yang keduanya nyata-nyata diharamkan dalam syari’at Islam.
Misalnya seseorang memesan buah musiman seperti durian atau mangga dengan perjanjian: “Barang harus diadakan pada selain waktu musim buah durian dan mangga”, maka pemesanan seperti ini tidak dibenarkan.
Selain mengandung unsur gharar (untunguntungan), akad semacam ini juga akan menyusahkan salah satu pihak. Padahal diantara prinsip dasar perniagaan dalam islam ialah “memudahkan”, sebagaimana disebutkan pada hadits berikut:
لا ضَرَرَ ولا ضِرار
Tidak ada kemadharatan atau pembalasan kemadhorotan dengan yang lebih besar dari perbuatan. (HR. Ahmad)
Ditambah lagi pengabaian syarat tersedianya barang di pasaran pada saat jatuh tempo akan memancing terjadinya percekcokan dan perselisihan yang tercela. Padahal setiap perniagaan yang rentan menimbulkan percekcokan antara penjual dan pembeli pasti dilarang.
6. Jelas Tempat Penyerahannya
Ini misalkan jual beli online makanan, maka harus disebutkan secara jelas makanan dikirim kemana, begitu pun pemesanan-pemesanan online, pembeli atau yang memesan barang harus menyebutkan secara jelas alamat barang tersebut ditujukan.
Pensyaratan ini untuk menghindari muhdarat atau kerugian kedua belah pihak sehingga hukum jual beli online dalam islam secara sah bisa terpenuhi.
Kesimpulan tentang hukum jual beli online Dalam Islam
Apa hukum jual beli online Dalam Islam? Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, hukum jual beli online Dalam Islam adalah boleh dengan ketentuan seperti akad salam dan