Siapa Itu Ahli Kiblat? Apa Arti Ahli Kiblat?
Pengertian Ahli Kiblat (Ahlul Qiblah)
Dalam pembahasan ilmu kalam biasanya akan ditemukan istilah ahli kiblat atau ahlul qiblah. Namun apa yang dimaksud dengan ahli kiblat itu?
Secara sederhana pengertian dari ahli kiblat adalah Muslim yang kembali ke kiblat dan melaksanakan shalat, mereka juga disebut dengan Ahlul-Islam atau orang Islam.
Semua orang Muslim baik dari golongan Ahlu Sunnah atau Ahlu Bid’ah yang melakukan sholat dengan mengarah ke kiblat disebut Ahl al-Qiblah.
Meskipun beberapa aliran Ahlul Bid’ah mengkafirkan kelompok Muslim lainnya, menurut Ahl as-Sunnah, tidak ada golongan Ahl al-Qiblah siapapun itu yang boleh dikafirkan atau tidak diizinkan untuk shalat di belakang mereka; Bahkan jika mereka melakukan dosa besar, shalat pada jenazah mereka dilakukan dan doa pun tetap dilaksanakan (Ibn Majah, bab Janaiz, 31; Ajluni, Kasyful Kafa, II, 32).
Di dalam madzhab Karramiyah, istilah “ahl al-qibla” digunakan untuk semua orang yang membawa ucapan syahadat atau kesaksian.
Para Ulama Ahl as-Sunnah mendefinisikan Ahl al-Qiblah sebagai “mereka yang menerima kewajiban untuk melakukan sholat dengan berbalik ke Ka’bah.” Ali al-Kâfi (1014/1606)
Dalam definisi yang lebih luas untuk istilah ini dinyatakan sebagai berikut, bahwa Ahlul Kiblat adalah: Orang-orang yang menyetujui perintah dalam agama “(Ali al-Qari, Sharhu’l-Fiqh al-Akbar, 139)
Para ulama yang membagi Ahl al-qiblah menjadi dua seperti Ahl al-Sunnah dan Ahl al-Bid’at menganggap madhzab yang bid’ah seperti Mutazila, Syiah, Karramiya, Mujassima, Musabbiha, Murjia sebagai umat dari ahlul Kiblat.
Sebaliknya, mereka menganggap madzhab dan sekte seperti Batini, Syiah Ghulat, Khawarij, Jahmiyah, Bahaiyah, Qadiyan, Ahmadiyah, Nusairin, Dzurzilik sebagai orang-orang yang sesat.
Hal ini karena di antara mereka ada yang banyak membunuh umat Islam dengan menganggap darah, harta benda, dan nyawa seorang muslim halal, seperti aliran Khawariij dan Azhariqa.
Dalam Islam, aliran Ahl al-Bid’at telah mengedepankan takfiri, pemisahan, pembagian ke dalam kelompok, jadali, ta’wili, dan pembahasan tentang prinsip-prinsip keimanan.
Di antara mereka, mereka yang licik dan menuruti keinginannya adalah yang paling berbahaya bagi Islam.
Di sisi lain, ada perbedaan pendapat dalam aliran Ahl as-Sunnah tentang beberapa poin mengenai perlakuan kepada orang-orang dalam beragam aliran itu.
Misalnya, golongan Hanbali menganggap orang-orang yang meninggalkan shalat tanpa alasan, bahkan jika mereka malas, sebagai kafir (Abu Ya’lâ, al-Ahkâmu’s-Sultâniyya, 53).
Menurut Imam Abu Hanifa (w. 150/767), tidak ada orang kafir yang meninggalkan sholat; Meskipun dia itu harus diperangi menurut tiga madzhab lainnya karena dia tidak melaksanakan shalat, namun dia dipenjara hanya sampai dia shalat (al-Fatawa’l-Alemgiriyya, II, 269).
Ahl as-Sunnah melarang melaknat dan mengutuk orang yang melakukan shalat terlepas dari siapa pun mereka (Bukhari, Adap, 44).
Namun, bagi mereka yang mengambil uang dan melakukan riba tidak seperti itu (boleh dilaknat) (Bukhari, Libas, 86; Muslim, Müsâkat, 19).
Selain itu, ada konsensus tentang mengingat para sahabat untuk menganggap mereka sebagai golongan yang baik selamanya; tapi mengutuk Yazid, yang menjadi penyebab kematian Husain di Karbala bersama anggota keluarganya, tidak termasuk dalam hal ini.
Tidak Boleh Mengkafirkan Ahli Kiblat atau Ahlul Kiblat
Dalam Islam, pada dasarnya setiap orang yang tulus mengatakan “Saya adalah dari kelompok Muslim” maka ia memiliki hak untuk tidak mendapatkan keburukan dari orang muslim lainnya.
Setiap Muslim yang dengan jelas membawa kata syahid dan melakukan sholat dengan kembali ke kiblat adalah golongan dari jamaah muslim.
Dia akan dipercaya sampai dia melakukan kebalikan dari apa yang dikatakan seseorang itu (dipercaya kebaikannya hingga terbukti ia melakukan hal-hal buruk).
Kalau kita melihat dalam hadis ada istilah Nabi tentang masalah ini, yaitu dikala Usamah berperang melawan musuh yang kemudian musuh itu mengucapkan syahadat tapi tetap dibunuhnya.
Menurut Usamah, musuh itu bersyahadat hanya karena takut hendak dibunuh. Namun Rasulullah SAW bersabda:
أَفَلَا شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لَا
“Kenapa engkau tidak membelah dadanya, sehingga engkau mengetahui apakah hatinya mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah karena ikhlash ataukah karena alasan lainnya?”
Semua orang yang sunat atau bid’ah memiliki kelompok ekstrem dan moderat di antara mereka. Jika dia menyangkal perkataan Nabi (saw) di atas, maka dia bukan orang ahli Kiblat (Imam Gâzalî, al-İktisâd, fi’l-İtikâd, 112-130).
Artinya, menurut ahlu sunnah, siapapun itu selama ia shalat maka ia tetap dianggap sebagai orang muslim yang tidak boleh dikafirkan.
Karena iman tiada yang tahu, hanya orang yang bersangkutan saja yang tahu kebenarannya. Orang lain tidak bisa menghakimi iman ini.