Mengapa hadis disebut sumber hukum yang kedua?
Dalam agama Islam, segala tindakan manusia itu harus berdasarkan hukum syariat yang mengatur kehidupan umat Islam.
Hal ini karena Islam itu agama yang mengikat para pemeluknya dengan tujuan agar mendapatkan pahala juga bisa menggapai kehidupan yang bahagian di dunia dan akhirat.
Adapun hukum dalam Islam itu memiliki sumber yang dijadikan pedoman untuk mengeluarkan hukum. Sumber tersebut di antaranya adalah al-Quran dan hadis.
Al-Quran disebut sebagai sumber pertama dalam Islam, sedangkan hadis disebut sebagai sumber kedua. Lalu mengapa hadis disebut sumber hukum yang kedua?
Sumber Hukum Agama dan Syariat dalam Islam
Semua ketentuan agama dan syar’i Islam diambil dari dua sumber utama, yaitu al-Quran dan hadis. Tidak ada hukum Islam yang diambil dari dasar atau hukum apa pun selain dari dua sumber ini.
Selain dari dua sumber itu, ada juga dua lagi dalil syari’at lainnya yang disebut Qiyas dan Ijma’, yang mana keduanya ini bukan sumber utama.
Semua aturan dari Qiyas dan Ijma ini tetap acuannya berasal dari al-Quran dan Hadis.
Al-Qur’an Sumber Pertama Hukum Islam
Al-Quran merupakan sumber utama dalam agama Islam dikarenakan al-Quran merupakan kalam Allah yang sumbernya adalah Allah Swt, Tuhan yang memberlakukan syariat kepada manusia.
Al-Quran sebagai sumber hukum memiliki karakater yang terjaga dan tidak akan berubah isinya sampai kapanpun. Semua yang ada dalam al-Quran harus diamalkan karena itu adalah petunjuk dari Allah.
Hadis Sumber Kedua Hukum Islam
Sumber hukum berikutnya setelah al-Quran adalah hadis. Hadis ini adalah segala perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi, yang juga disebut Sunnah.
Sunnah atau hadis Nabi adalah sumber penting hukum Islam setelah Al-Qur’an, yang merupakan pedoman dalam agama Islam.
Hadis tidak hanya membawa penjelasan dan penafsiran terhadap ketentuan-ketentuan agama dalam Al-Qur’an, tetapi juga membawakan ketentuan-ketentuan baru yang tidak ditemukan dalam Al-Qur’an.
Qiyas Sumber Ketiga Hukum Islam
Qiyas adalah memberikan hukum syar’i yang terdapat dalam Kitab dan Sunnah tentang satu masalah, pada masalah lain karena kesamaan sebab di antara mereka.
Misalnya: Telah ditetapkan baik oleh Kitab maupun As-Sunnah bahwa minum anggur itu haram. Penyebab khamr yaitu memabukkan. Dalam hal ini, haram untuk meminum semua zat beralkohol yang memabukkan selain anggur.
Ketentuan ini muncul melalui qiyas. Hanya ulama dan fiqh yang berada di level mujtahid yang bisa membuat qiyas.
Ijmak Sumber Keempay Hukum Islam
Konsensus para mujtahid Islam satu abad tentang keputusan yang mereka berikan melalui ijtihad tentang suatu masalah disebut “Ijma’-i Ummat”.
Isu yang ada konsensusnya tidak diragukan lagi merupakan isu yang paling kuat.
Ijtihad adalah menggunakan semua kekuatan ilmiah seseorang untuk menyimpulkan hukum syar’i dari bukti syar’i. Orang yang memiliki kapasitas ilmiah untuk berijtihad disebut mujtahid.
Untuk dapat melakukan ijtihad, penting untuk mengetahui Kitab, Sunnah, qiyas, dan ijma dalam semua detail dan detailnya.
“Jika putusan suatu peristiwa tidak secara jelas dinyatakan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka dilakukan ijtihad. Artinya, upaya dan upaya dilakukan untuk menjatuhkan putusannya dalam terang Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ijtihad adalah salah satu kebajikan terbesar dari agama tertinggi kita. Inilah salah satu alasan mengapa agama kita memiliki kemampuan untuk memenuhi semua kebutuhan setiap abad.”
Jawaban atas mengapa hadis disebut sumber hukum yang kedua?
Berdasarkan uraian di atas, kita bisa mengetahui bahwa hadis disebut sebagai sumber hukum yang kedua karena hadis adalah segala hal yang berasal dari Nabi.
Sedangkan sumber hukum pertama adalah al-Quran, karena al-Quran berasal dari Allah Swt, Tuhan yang membuat hukum syariat.
Al-Quran selalu terjaga kebenarannya dan sampai kepada kita dengan riwayat yang sangat banyak atau mutawatir sehingga terjamin keasliannya.
Berbeda dengan hadis, ada yang riwayatnya mutawatir, namun ada juga riwayat yang lemah bahkan palsu.
Hadis meskipun sebagai sumber hukum yang kedua juga memiliki kekuatan hukum yang tinggi dan harus diterima jika memang hadis itu benar-benar berasal dari Rasulullah Saw. Wallahu a’lam.